Ilma Hidayati Purnomo

Nusantara (Bagian 1): Jauh di Mata, Jauh di Hati

Posting Komentar
Pernah dengar bercandaan "Masih inget jalan pulang gak, tuh?" buat orang yang sudah kelamaan pergi dari rumah? Enam tahun tinggal di luar negeri dan belum pernah mudik ke tanah air membuatku lupa. Bukan lupa jalan pulang, kan tinggal naik pesawat. Namun, lupa tempat pulangku itu seperti apa?


Apa Makna Nusantara Bagiku?

Berdasarkan pencarian di Google, aku menemukan makna nusantara yang beragam. Intinya, nusantara adalah konsep geografis dari kepulauan wilayah Indonesia atau bahkan lebih luasnya, Asia Tenggara. Namun, apalah arti batas geografis apabila kita tidak memperhatikan penghuni daerah geografis tersebut, bukan? Maka, nusantara lebih cocok dimaknai sebagai wilayah yang mencakup seluruh kepulauan di Indonesia sebagai rumah bagi para penghuninya.

Jika menilik nusantara dalam makna demikian, artinya nusantara bukan rumahku. Enam tahun terakhir aku tidak tinggal di wilayah nusantara. Aku tidak punya aset bergerak maupun tidak bergerak atas namaku maupun suamiku di wilayah ini. Kartu keluarga kami bahkan terdaftar di alamat yang rumahnya sudah bukan lagi milik orangtua kami. Hanya tiga hal yang menghubungkan kami dengan nusantara: pertalian darah, tempat tumbuh besar, dan kewarganegaraan.

Secara pertalian darah, kedua orangtuaku dan kedua orangtua suami masih hidup dan tinggal di nusantara. Sayangnya, koneksi persaudaraan kami tidak begitu luas. Aku hanya kenal beberapa kakak Papa dan Mamaku beserta beberapa anak-anak mereka. Sedangkan suami ... mungkin ia kenal lebih banyak saudara orangtuanya. Akan tetapi, setahuku ia tidak pernah berkomunikasi dengan keluarganya besarnya. Ia hanya menghubungi orangtua dan adik-adik kandungnya.

Nusantara memang menjadi tempatku dan suami tumbuh besar. Namun, sejauh mana kami mengenal nusantara selama kami tinggal di sana? Seperempat abad aku habiskan hanya tinggal di Pulau Jawa. Aku hanya pernah mengunjungi dua tempat di luar Pulau Jawa, yaitu Bali dan Lampung. Aku tidak bisa membuat klaim aku mengenal nusantara karena aku bahkan hanya pernah mengunjungi 8 provinsi dari 38 provinsi yang ada di Indonesia! 

Lebih parahnya lagi, selama aku tinggal di Pulau Jawa, sebagian besarnya kuhabiskan di Bandung dan di rumahku. Bandung saja belum khatam aku eksplorasi. Tempat-tempat di Bandung yang kukunjungi sebatas sekolah/kampus, Griya/Yogya, dan rumah sakit. Saking sempitnya wilayah nusantara yang kutahu, aku bahkan malu menyebutkan diriku orang Indonesia. Lebih masuk akal kalau aku menyebutkan diriku orang Bandung. Sialnya, aku bahkan tidak bisa berbahasa Sunda -_-

Soal kewarganegaraan, akhir-akhir ini terbesit keinginan untuk melepas kewarganegaraan Indonesia suatu saat nanti. Pasalnya, sejumlah kabar buruk pemerintahan di tanah air membuatku jengah. Betapa orang-orang yang memimpin negeri ini hanya mencari keuntungan pribadi dan menelantarkan nasib rakyatnya. Betapa muaknya aku melihat sistem pemerintahan dan penegakan hukum yang begitu rusak di sana.

Maka, nusantara bagiku kini hanya seperti tempat di angan-angan: jauh, tidak kukenali, dan tampak tidak nyaman untuk ditinggali. 


Jauh Di Lubuk Hati Terdalam

Pertama kali aku naik pesawat keluar dari Asia Tenggara menggunakan maskapai dalam negeri (tahun 2013, waktu itu ke Australia), di dalam pesawat aku mendengar musik orkestra yang melantunkan sebuah lagu nasional. Sebuah lagu yang sekali mendengarnya langsung mengingatkanku tentang jati diriku, di mana rumahku, dan ke mana tempatku kembali.

Bergidik. Air mataku tumpah. Rasa rindu menyeruak. Keinginan untuk pulang ke rumah begitu menggebu. Aneh. Waktu itu kan aku baru saja meninggalkan Jakarta, belum juga sampai ke Australia. Aku pun hanya melakukan kunjungan singkat ke Australia, hanya seminggu! Namun, lagu ini seakan menarikku kembali ke tempat bernama nusantara.
Tanah Airku, tidak kulupakan,
Kan terkenang, selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh,
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai
Engkau, kuhargai

Walaupun banyak negeri kujalani,
Yang mahsyur permai dikata orang,
Tetapi kampung dan rumahku,
Di sanalah ku merasa senang
Tanahku tak kulupakan,
Engkau kubanggakan.

Kini setiap mendengar lagu ini, aku ingin bisa pulang. Setiap mendengar kabar teman kami yang back for good, aku juga ingin bisa merasakannya. Bahkan, mendengar kabar teman yang sekedar berkunjung ke Indonesia lalu kembali lagi ke US, aku iri! Pasalnya, aku tidak bisa melakukannya sekarang. Izin tinggal kami sedang dalam situasi yang rumit.

Ada daya tarik magis yang membuatku tetap ingin kembali ke nusantara. Ada kebanggaan dengan menyebutkan diri ini adalah orang Indonesia. Terlepas dengan apa yang terjadi dengan pemerintahan yang berkuasa saat ini, dari banyak sumber yang aku baca dan tonton, nusantara sebetulnya sekeren itu. Budayanya, bangsanya, kekayaan alamnya, pemandangannya, makanannya, dan seterusnya.

Tanpa sadar, aku berusaha membawa serpihan nusantara ke dalam rumah kami. Aku ingin anak-anakku tahu dari mana asal sebenarnya mereka meskipun seumur hidup mereka tinggal di luar negeri. Aku tidak ingin mereka merasakan apa yang aku rasakan: tidak merasa terikat dengan nusantara. Sebagai bentuk usahanya, aku melakukan beberapa hal dalam rangka memperkenalkan nusantara kepada dua anakku yang akan aku ceritakan di blogpost selanjutnya, yaitu Nusantara (Bagian 2): Sekeping Tanah Air di Negeri Asing. Seri tulisan ini ditutup dengan tulisan Nusantara (Bagian 3): Harapan dan Rencana.

Tulisan ini disertakan dalam Tantangan Blogging Level Up Mamah Gajah Ngeblog.



Ilma
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Amerika Serikat.

Related Posts

Posting Komentar