Wow, akhirnya datang juga kesempatan kemping beneran alias nyobain tidur malam di luar gedung! Hehe. Si anak rumahan ini excited sekali.
Kalaupun aku pernah kemping, pengalaman kempingku sebatas orientasi ekskul PMR di SMP. Namun, aku tetap tidur di ruangan kelas. Lalu, orientasi pesantren mahasiswa Daarut Tauhiid. Kalau yang ini, lebih mirip survival mode ala islami di hutan wkwkwk (seriusan, harus banyak dzikir biar waras).
Nah, bulan Januari 2025 ada info dari suami. Grup pengajian Seattle ngadain kemping di Wenatchee Confluence State Park akhir bulan Mei ini. Niat banget acaranya. Reservasinya aja dari 5 bulan sebelumnya.
Gilirannya tiba tanggal kemping, aku malah belum siap-siap sama sekali. Jumat, 23 Mei 2025 dari jam 2:30 pm peserta kemping sudah boleh masuk area campground. Lah, jam 2 siang aku masih ngerjain recommendation letter buat pengajuan green card wkwkwk.
Persiapan Kemping
Meskipun belum pernah kemping, kami punya alat kemping lengkap. Mulai dari tenda, matras, alat masak, hingga sejumlah lampu. Tiga tahun lalu, kami pernah pergi ke suatu park buat nyobain gelar tenda. Sayangnya, hari itu berakhis nahas. Aku jatuh dari sepeda hingga separuh wajahku bengkak dan memar.
Jumat sore, waktu suami udah pulang, kami bersih-bersih sepeda dan trailer karena udah setengah tahun nganggur. Mana terakhir kali pakai sepada, kami habis melewati jalan berlumpur. Beres dibersihin dan dibenerin skrup-skrup yang longgar, kami lipat sepeda dan trailer.
Selanjutnya, kami brainstorming cara memasukkan sepeda + trailer ke bagasi. Pasalnya, kami belum pernah coba masukin semua ini ke mobil baru. Bagasinya nggak begitu tinggi, tapi lumayan dalam. Jadi, kami harus bolak-balik posisi sepeda dan trailernya. Coba tutup pintu bagasi otomatisnya. Kalau masih ada yang mengganjal, pintunya berhenti dan tidak mau menutup.
Kira-kira mencoba buka tutup pintu bagasi sampai 10 kali, akhirnya pintu bagasi bisa ditutup dengan kedua sepeda dan trailer di dalamnya. Malam itu kami cuma masukin sepeda. Peralatan kemping dan baju disiapkan besok saja :p
Keesokan harinya (Sabtu, 24 Mei 2025), jam 11 pagi aku baru mulai nyari alat-alat kemping. Aku harus bongkar isi gudang. Bukain koper dan kontainer satu demi satu. Barulah kutemukan tenda dan matras yang tersimpan di kontainaer paling belakang dan di tumpukan paling bawah.
Kapan aku nyiapin baju? Satu jam sebelum berangkat XD
Berangkat Kemping
Berhubung kami hanya berencana menginap dua malam, baju yang kami bawa cukup dimasukkan ke tas-tas ransel. Alhasil, kami bawa empat tas ransel: dua tas ransel baju, satu tas ransel kamera, dan satu tas ransel mainan remote control cars. Semua tas ransel baju ditaroh di kursi penumpang belakang plus jaket karena semua alat kemping sudah memenuhi bagasi.
Jam 3 sore kami berangkat. Aku menyetir sejauh 115 km di interstate I-90 West. Interstate ini merupakan jalan penghubung antar state. I-90 ini bahkan menyambungkan kota Seattle hingga Chicago! Sayangnya, kondisi jalan ini tidak selalu mulus. Ada jalan yang kasar hingga membuat mobil shaky. Belum lagi, orang-orang cenderung berkendara dengan kencang, minimal 70 mph (112 km/jam).
Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri jalan lokal sejauh 80 km. Jalan ini hanya terdiri dari dua lajur berlawanan arah. Hanya sedikit mobil yang melewati jalan ini. Ditambah, pemandangan bukit terhampar di depan mata. Ah, rasanya bisa berkendara dengan lebih santai dibanding di interstate tadi.
Selama perjalanan, rate berkurangnya baterai sangat tidak konsisten. Mulanya selisih puluhan mile dari tujuan, lama-lama jadi nol, bahkan kurang! Maklum, baterai 100 kWh mobil kami hanya bisa menempuh 200an mile (321 km). Battery anxiety itu nyata, yak.
Setelah total dua jam mengendarai mobil, kami sampai di kota Leavenworth. Kami mampir ke Electrify America (tempat ngecharge mobil) yang kebetulan berlokasi di parkiran Safeway (grocery store). Jadi, kami charge mobil sambil ke toilet dan beli buah sama minum.
Cukup 28 menit saja, baterai mobil kami terisi dari dari 23% ke 95%. Kecepatan ngecharge 140 kW/h memang mantap. Waktu mau beli mobil ini, aku sempat kurang yakin karena range-nya termasuk kecil. Mobil listrik lain bisa sekitar 300 mile, lah ini cuma 200-an. Ternyata, pertimbangan paling penting untuk membeli mobil listrik adalah kecepatan ngechargenya. Percuma kan, bisa nyampai 300 mile, tapi sekalinya ngecharge harus nunggu 2 jam.
Berhubung selama perjalanan mobil kami terus dihujani serangga, aku berkendara sekitar 20 menit ke tempat cuci mobil. Kami biasa menggunakan tempat cuci mobil self service. Kami men-tap kartu kredit, lalu memilih mode apa yang mau kami pakai: semprotan air, sabun, conditioner, atau bahkan wax. Biayanya $1 per menit.
Beres cuci mobil sat set, kami menuju ke campground. Memasuki area park, kami melewati palang yang membatasi area parkiran kemping. Di palang tersebut tertulis "Reserved: M Jaelani." Pasti ini areanya.
Pengalaman Kemping Pertamaku
Kami tercengang, ternyata tempat kemping yang di-reserve untuk grup, luas sekali. Di area parkiran, ada hampir 50 mobil terparkir. Di situ aku baru sadar kalau acara ini well-planned.
Turun dari mobil, kami disambut ramah sesama peserta kemping. Lalu, kami menuju common area yang berbentuk seperti gedung tanpa dinding. Di sana ada beberapa kursi dan meja panjang. Aku disambut temanku. Dia bahkan menyuguhkanku gehu. Yup, di meja panjang itu tersedia banyak makanan yang bebas dimakan.
Kalau dipikir-pikir, acara ini kayak kegiatan pengajian + potluck bulanan yang diselenggarakan selama berhari-hari wkwkwk. Soalnya ada kegiatan solat berjamaah yang disambung ceramah. Aku jadi terharu. Kegiatan seperti ini mengingatkanku dengan pesantren mahasiswa yang aku ikuti satu dekade yang lalu.
Waktu hari masih terang, jam 8 malam, kami mengeluarkan semua isi mobil. Lalu, kami menyusun tenda dan memompa matras. Setelah matahari terbenam, kami melakukan solat berjamaah. Setelahnya, kami makan-makan dan ngobrol-ngobrol di common area. Jam 11 malam aku dan anak-anak masuk ke tenda sedangkan suamiku masih ngobrol-ngobrol.
Saatnya tidur. Kami kecolongan, lupa bawa selimut! Alhasil, kami semua tidur pakai baju lengkap pakai jaket dan kaos kaki. Anak pertamaku kukasih handuk buat selimutan. Anak keduaku pakai gamisku buat selimutan wkwkwk. Tidur di luar gedung pada suhu 17°C jelas tidak mudah.
Aku cuma bisa terlelap 20 menitan. Aku terbangun karena kakiku terasa dingin. Rasanya seperti ada embusan angin dari luar, padahal pakai celana musim dingin plus kaos kaki. Syukurlah anak-anak bisa tidur. Jam 12 malam, suamiku bergabung dalam kegiatan tidur di hawa dingin ini. Pasalnya, suhu akan turun terus hingga matahari terbit esok hari.
Setelah berusaha menghangatkan badan dengan meringkuk dan saling memeluk, akhirnya bisa tidur juga. Jam 4:15 Ustadz Joban, guru ngaji di komunitas ini, mengetok semua tenda sambil mengingatkan untuk solat subuh. Ketika aku membuka mata, rupanya matras yang aku tiduri sudah kempes hingga punggungku menyentuh tanah. Parah banget matrasnya cuma bertahan delapan jam.
Selepas solat subuh berjamaah, aku melihat notifikasi di ponselku. Suamiku baru saja mengaktifkan climate control di mobil. Ketika jamaah solat mulai berhamburan, aku berlari mengikuti suami ke arah mobil. Hawa hangat langsung menyeruak begitu aku masuk ke dalam mobil. Tanganku yang beku aku dekatkan ke arah lobang AC. Enyaak...
Suami nyuruh aku tidur di mobil sambil menyenderkan jok mobil. Meskipun cuma tidur sekitar 4 jam, nyatanya aku nggak bisa tidur lagi habis solat subuh. Aku balik ke tenda, anak-anak masih tidur dalam posisi meringkuk.
Jam 5 pagi matahari sudah terbit. Aku lihat orang-orang sudah mulai beraktifitas. Beberapa keluarga membawa perlengkapan masak yang lengkap. Bisa dibilang udah bisa bikin stand jualan sendiri, deh wkwkwk
Anak-anak akhirnya terbangun ketika suami video call dengan orang tuanya, sambil nunjukin anak-anak yang lagi tidur di tenda. Setelah itu, kami semua keluar tenda. Beres dengan urusan biologis, aku jalan ke luar. Tau-tau dipanggil sama teman yang lagi duduk-duduk di luar tenda. Aku disuruh makan pancake yang lagi dimasak oleh ibunya :D
Sambil makan pancake dan ngobrol-ngobrol, aku liat suamiku sama anak-anak lagi ke playground di sebrang jalan. Aku susul. Pas aku sampai sana, malah suami balik ke common area. Suami suruh aku siap-siap ambil sepeda.
Aku bergabung dengan grup bapak-bapak (iya, semuanya bapak-bapak. Cuma suamiku yang bawa istri + anak-anaknya). Kami sepedahan 10 mile (16 km) di trail di pinggir sungai. Pemandangannya ... luar biasa. Menyusuri sungai dengan air yang jernih, kami dimanjakan dengan bukit-bukit menjulang di kejauhan. Hari ini sedang cerah, jadi langitnya biru terang. Menariknya, di beberapa lokasi, di pinggir-pinggir trail ada semak-semak gersang yang mirip gurun. Pak Johan, salah satu bapak-bapak peserta sepedaan, memperingati kami untuk tidak masuk ke semak-semak karena mungkin ada ularnya. Kami juga melewati beberapa perkebunan apel. Ternyata, Wenatchee ini adalah asalnya Apel Washington!
Balik ke area kemping, tak jarang kami ditawari makanan. Mulai dari gorengan yang dimasak secara live (kayak kang jual gorengan) hingga berbagai snack yang bebas diambil. Jadi, belum sarapan pun aku nggak merasa lapar.
Hari sebelumnya, anak-anak mendapat kite kit. Mereka tinggal menghias layang-layangan dengan spidol lalu memasang kerangka layangan. Kami baru coba terbangkan keesokan harinya. Aku lari-lari nyobain terbangin layang-layangan sampai kaki rasanya udah mau copot.
Kami sudah lelah. Menginap satu malam saja sudah menguras energi fisik dan emosionalku. Jadi jam 12 siang kami sudah mulai gulung tenda. Ternyata, seluruh peserta kemping juga memutuskan untuk pulang hari itu (Minggu, 25 Mei 2025) karena ketua pelaksanaan akan pulang hari itu. Sebetulnya, hari Seninnya libur (makannya reservasi area kemping ini sampai Senin). Tapi sepertinya semua orang udah pingin pulang wkwkwk
Beres solat dhuhur dan ashar berjamaah, kami makan-makan. Tersedia banyak sekali makanan bertema masakan Padang. Saking banyaknya, sebenernya bisa dibungkus buat bawa pulang. Sayang, aku gak bawa kotak bekal sama sekali. Sepertinya benda ini kudu wajib aku bawa ke setiap acara pengajian, biar bisa bawa makanan.
Perjalanan Pulang
Perjalanan pulang sebetulnya hanya memakan waktu 2 jam 30 menit saja. Sayangnya, aku sudah sangat mengantuk sehingga aku meminta ganti suami yang setirkan mobil. Kalau biasanya road trip, aku bisa tahan kantuk sambil ngemil. Di mobil baru ini kami membuat peraturan "tidak boleh makan di dalam mobil". Jadi, kalau aku ngantuk, mending aku minta gantian aja.
Tidak sampai 24 jam kegiatan kemping ini aku jalani. Namun ... segini aja udah sangat menguras energiku (karena kurang tidur, bersosialisasi sama banyak orang, dan banyak bergerak). Alhasil, keesokan harinya, saat suamiku ngajak keluar rumah, otakku jadi not responding -_-
Posting Komentar
Posting Komentar