Ilma Hidayati Purnomo

Beri Aku Saran Cara Menjalin Hubungan dengan Ipar

Posting Komentar
Salahkah jika aku mengalami bimbang menghadapi kehadiran "adik" baru dalam keluarga besarku? Lantas, bagaimana sikap terbaik yang perlu aku tunjukkan supaya tidak tampak sebagai "kakak yang caper" atau malah "kakak yang jutek"?

Sulit Paham dengan Hubungan Antar-Perempuan

Jujur, aku sering kesulitan menjaga hubungan pertemanan atau persaudaraan dengan sesama perempuan. Berdasar pengalamanku, aku pernah nyaman hanya berteman dengan laki-laki, berpura-pura nyaman berada di suatu "geng" pertemanan perempuan, hingga puncaknya tidak punya teman sama sekali. Saking parahnya, aku duduk sendirian di bangku SMA padahal jumlah siswanya genap.

Sebetulnya, aku tidak pernah sampai benar-benar terlibat konflik dengan teman perempuan, apalagi sampai bertengkar dan jambak-jambakan. Hanya saja, mudah sekali bagiku kehilangan teman, entah apa alasannya. Yang mulanya dekat, pulang bareng, jajan bareng, tau-tau aku menjadi sendirian begitu saja.

Sifat insecure-ku membuatku yakin kalau kepribadianku jelek. Anehnya, waktu SMP, aku pernah mendapat nominasi "teman paling baik" di kelas dalam suatu kuesioner. Tak jarang juga ada teman yang mengaku nyaman curhat denganku. Namun, mengapa mudah sekali terjadi lost contact begitu aku tidak lagi satu sekolah atau bahkan satu kelas dengan mereka?

Aku tidak paham, bagaimana cara menjaga hubungan baik antar-perempuan? Apa yang perempuan mau dari pertemanan dengan sesama perempuan?

Hobi yang sama? Aku pernah mencoba berteman dengan sesama perajut, waktu aku masih hobi merajut. Begitu aku selesai dengan hobiku, seperti sudah tidak ada lagi alasan untuk berkomunikasi.

Enak diajak curhat? Aku pendengar yang baik karena aku tipikal orang pendiam yang lebih suka mendengarkan dan memberi respon yang generic. Namun, sejak lulus sekolah, tidak ada lagi yang menghubungiku untuk sekedar berbagi cerita.

Hubungan transaksional? Jangankan transaksional. Waktu sekolah dulu, aku mengakui belajar giat supaya jadi pintar biar punya banyak teman. Aku tidak pernah menolak kalau temanku pinjam PR atau LKS untuk disontek. Bahkan aku sampai menanggalkan idealismeku demi punya teman! (Ya, aku pernah memberi sontekan saat UN SMA padahal aku tahu betapa risky hal ini).

Akhirnya, kembalilah aku pada kesimpulan awal, personalitiku tidak menarik.

Mulai Terbiasa dan Menerima Kesendirian

Sejak kuliah, aku semakin suka menyendiri. Waktu itu aku juga sedang dalam kondisi yang kurang baik: masuk ke jurusan yang tidak aku sukai. Belum lagi sebagian besar teman sejurusan cowok semua.

Jalan mudahnya, menerima siapa saja yang mengajak berteman duluan. Tidak peduli kalau cowok-cowok yang mendekatiku itu bukan hanya bermaksud untuk jadi teman. Akhirnya, aku justru terlibat dalam situasi yang lebih sulit lagi. Terjebak hubungan TTM 😓

Setelah menikah dan semakin dewasa, aku mulai bisa mencari keseimbangan antara menerima kesendirian sambil tetap berteman dengan baik. Bagaimanapun juga, aku harus bisa membawa diri dengan baik karena sekarang statusku jadi istri orang. Kan gak lucu juga kalau aku tampak socially awkward padahal suamiku orangnya mudah berteman.

Syukurnya, aku tinggal di luar negeri. Aku tidak perlu berkomunikasi secara intens dengan teman sesama orang Indonesia di sini. Banyak juga yang hanya tinggal di sini selama 2 tahun lalu terpisah jarak. Hubungan yang singkat tapi bermakna ternyata lebih kusukai.

Namun, kini, akan ada orang baru yang masuk dalam kehidupan keluargaku dan bukan sekedar teman. Ia adalah adik ipar perempuan.

Menerima Kehadiran "Adik" Baru

Lahir menjadi anak pertama dari dua bersaudara, aku tahu rasanya menjadi kakak dari seorang adik perempuan. And, it's kinda complicated. Tidak lagi pernah berantem secara fisik seperti waktu masih toddler, tapi hubungan kami jadi rumit ketika terjebak konflik.

Menariknya, waktu orang tuaku menerima lamaran suamiku dulu, Mama menyatakan kelegaannya. Beliau berkata bahwa kenyataan suami tidak punya adik perempuan mungkin akan memudahkan kehidupanku di kedepannya. Mungkin Mama cukup berpengalaman dengan rumitnya menjalin hubungan baik dengan ipar perempuan.

Jujur, aku sangat menikmati curahan perhatian ibu mertuaku. Sebagai menantu perempuan pertama, kasih sayang kedua mertuaku hampir melebihi kasih sayang kedua orang tua kandungku. Menjalin hubungan dengan adik ipar laki-laki juga terasa lebih straightforward. Intinya, aku merasa diterima atau bahkan dimanjakan.

Tentu saja, tidak mungkin selamanya aku jadi satu-satunya menantu perempuan kedua mertuaku. Satu windu menjadi satu-satunya "anak perempuan" di keluarga suami, adik suami memutuskan sudah menemukan belahan jiwanya. Hanya saja, jalannya kurang mulus. Aku pernah berada di pihak yang kurang setuju dengan calonnya.

Aku belum mengenal calon adik ipar, bahkan belum saling follow di media sosial. Aku memberi judgement hanya berdasar cerita. Kini, aku merasa malu dan menyesal pernah menilai calon adik ipar secara negatif. Perasaan ini menambah kekacauan di dalam hatiku. 

Belum lagi aku dan suamiku tidak bisa hadir sama sekali di acara pernikahan adik ipar karena status visa kami yang masih rumit. Tentu akan membuat pandangan negatif (kok kakaknya gak bisa hadir acara pernikahan adiknya?), juga mengurangi kesempatan berkenalan secara fisik.

Kesimpulannya, aku dihantui kekhawatiran masa lalu, saat ini, dan masa depan. Aku punya kekhawatiran akan ada persaingan antar menantu perempuan karena secara jarak saja sudah bisa dijadikan perdebatan. Aku tinggal jauh bahkan belum pernah pulang kampung sejak merantau. Tentu, aku bisa dicap menantu perempuan yang tidak "menyayangi" mertua karena tidak pernah datang berkunjung.

Beri Aku Saran

Aku ingin berhubungan secara baik dengan adik ipar. Aku bingung harus mulai dari mana. Menghubungi duluan (atau mengikuti media sosialnya duluan)? Aku tidak ingin tampak caper. Atau tunggu adiknya suami memperkenalkan istrinya? Bagaimana kalau aku jadi tampak enggan menghubungi? Argh! Rumit betul jadi perempuan 😩

Silakan tuliskan saran teman-teman yang mungkin sudah berpengalaman dengan hal ini atau mungkin punya pandangan berbeda? Sok, bebaskaan~
Ilma
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Amerika Serikat.

Related Posts

Posting Komentar