Ilma Hidayati Purnomo

Beli Mobil Penuh Drama (Bagian Dua)

Posting Komentar
Waktu dulu suami pernah cerita temannya lagi kesulitan nyari mobil yang pas buat dibeli, dengan gampangnya aku berkomentar, "Lah, bukannya tinggal dateng ke dealer aja, ya? Mobil sebanyak itu terparkir di parkiran, masa gak ada yang menarik?"
(Liat kan seberapa banyak mobil yang dari jalan besar aja terpampang jelas).

Ternyata, memang SUSAH banget cari mobil yang cocok bibit, bebet, dan bobotnya. Ditambah lagi, perjalanan kami mencari mobil ini dibumbui drama, mulai dari pelanggaran peraturan lalu lintas hingga konflik pasutri! (STOP: baca Beli Mobil Penuh Drama Bagian 1 dulu kalau belum)

Test Drive Kedua

Setelah dua minggu rebahan doang karena flu berat yang menimpa kami berempat, suamiku kembali aktif browsing mobil baru. Ia kembali getol menonton sejumlah video Youtube review mobil-mobil listrik. Minggu, 9 Februari 2025 kami memulai perburuan mobil listrik sesi 2.

Teknik kami mencari mobil dibagi dalam tiga tahap. Pertama, mencari merk dan jenis mobil yang cocok. Kedua, mencari di dealer terdekat. Terakhir, menyortir mana dealer yang memberikan penawaran paling bagus, yaitu yang value-nya paling tinggi (tahun muda, kondisi bagus, harga fair).

Intinya, kami harus tampak sebagai customer yang sudah tahu barang mana yang mau dibeli dan paham soal mobil yang mau dibeli (enak banget kan jadi sales mobil yang melayani kami? Wkwk). Tidak ada istilah dateng ke dealer cuma buat liat-liat. 

Hari itu, kami pergi ke sebuah dealer mobil bekas untuk mencoba Audi e-tron. Dealer ini tampak sepi, kayak parkiran mobil doang, tak tampak aktivitas orang keluar-masuk gedung. Waktu kami masuk ke dalam gedung, lebih mirip bengkel/tempat service. Di sana cuma ada dua orang staf.

Kami dilayani oleh satu orang staf untuk mengurus perizinan test drive. Seperti biasa, kami harus memperlihatkan SIM dan kartu asuransi mobil. Beres dengan administrasi, kami di antar oleh staf satunya menuju ke mobil di parkiran. Ia memberikan kami kunci mobilnya lalu staf itu kembali ke dalam gedung.

Sepertinya, pencuri mobil di US memang tak punya kesempatan untuk kabur jauh-jauh, saking bagusnya kepolisian di sini. Jadi, ya, wajar saja test drive seperti ini sudah tidak perlu lagi diawasi.

Pertama kali masuk ke mobil Audi e-tron, aku berpikir, ini gimana cara pindahin porsneling? Bentuknya sama sekali bukan seperti stik porsneling pada umumnya.
Bener-bener deh, mobil Jerman memang suka membuat penggunanya berpikir keras (seperti BMW iX waktu itu yang membuatku panik karena tidak bisa membuka pintu).

Penilaianku soal mobil ini sebatas "oke". Steering-nya enakeun, yang pasti gak ringat banget kayak Cadillac Lyriq. Hanya saja posisi pedal gas dan remnya agak gak enak di kaki. Posisi pedal gas lebih jauh ke dalam dibandingkan pedal rem. Alhasil, kalau mau ngegas setelah ngerem atau sebaliknya, kakiku harus benar-benar dipindahkan ke pedal lainnya, gak bisa cuma pivot ujung jari kakinya saja.

Secara interior, aku masih merasakan "feel" mengendarai mobil. Ada beberapa embedded monitors di dashboard. Terdapat banyak tombol fisik. Sayangnya, aku kurang sreg sama exterior-nya. Warna cat silvernya tampak kusam (foto di bawah tidak menggambarkan persis mobil yang aku test drive). Lagipula, estimated range-nya cuma 200-an mile dibanding EV lainnya yang bisa sampaii 300 mile. Repot kan kalau lagi perjalanan jauh terus dikit-dikit nge-charge?
Kembali ke dealer, Pak Suami masih penasaran pingin nyobain Tesla Model X. Kami kembalikan kunci Audi e-tron dan minta test drive Tesla. Waktu buka pintu mobil, wuidih, keren, ya. Pintunya kebuka ke atas. Waktu masuk ke dalam mobilnya, aku syok gara-gara seat belt-nya jamuran! Saking gelinya, aku minta suamiku bersihin pakai tisu. Pasti mobil ini udah lama di dealer, gak kejual-jual, gak pernah dikendarai, udara yang lembab terjebak di dalam.

Duduk di kursi pengemudi, aku bilang sama suami pokoknya dia yang urus setting-an apapun yang ada di layar. Aku mau tinggal nyetir aja. Pusing banget, masa mau buka pintu kudu liat layar. Padahal, di mobil lama kami ada warning buat selalu fokus mengemudi, jangan sampai ngeliatin layar terus. Heran sama Tesla. Mungkin, aku yang gagal paham sama konsep "minimalis".

Baru juga keluar dari parkiran dealer, suami langsung komentar, road noise-nya kedengeran banget. Kabinnya jadi berisik sama suara ban ngegesek aspal jalan. Mana kursinya gak ada empuk-empuknya. Kayak kursi plastik dibungkus padding tipis. Tolong kembalikan aku ke BMW iX aaaaa .... :(
Setelah balikin mobil dan kuncinya, kami diminta duduk di ruangan staf tadi. Ditanya, seneng gak sama mobilnya. Kami kasih jawaban diplomatis aja. Beruntung staf di sana orang-orangnya chill banget.

Next, kami pergi ke dealer Mazda-Hyundai. Entah angin dari mana, Pak Suami pingin nyobain Lexus. Jelas bukan mobil listrik. Sebagai Bu Supir, aku mah iyain aja. Ternyata Pak Suami penasaran sama mobil Lexus warna putih yang interiornya merah menyala. Whew.

Beres urus perizinan test drive, aku masuk ke bagian kemudia mobil. Aku baru sadar kalau sales tadi juga ngintilin. Dia pasang plat nomor di belakang mobil. Ini pertama kalinya mobil yang aku cobain dipasang plat nomor seperti plat nomor pada mobil umumya. Biasanya, kalau gak ada plat nomornya (sama sekali kosong), paling cuma ada kertas bergambarkan logo dealer-nya.

Aku gak punya ekspektasi apapun sama mobil ini, kan aku pinginnya mobil listrik. Surprisingly, setir dan pedal gas-rem nya enakeun! Berasa aktual gitu, tiap aku belokin dikit atau injak pedalnya dikit langsung berasa efeknya. Sayangnya, mobil ini udah tampak tua karena warna joknya aja udah kusam. Mana road noise-nya kedengeran banget dari kabin padahal kami gak masuk ke highway sama sekali (wong jalannya dipilihin sama salesnya).

Balik ke dealer, suamiku bilang mau liat Audi e-tron Sportback. Kali ini aku gak nyetir, si salesnya yang nyetir muter-muter di parkiran dealer. Sebagai penumpang di kursi belakang, aku ngebatin, "Eh, enak betul ini mobil. Empuk gitu, ya?" Sepertinya hatiku mulai berpaling dari BMW iX :P

Beres muter-muter, si sales nanyain, "Jadi kamu suka mobil ini, kan? Mau kita goalin kapan?"

Yeuh, mulai deh, tipe sales yang gak nyantai dan rada maksa. Pak Suami bilang mau liat hari Rabu. Pas kami keluar dari dealer, suami bilang, "Liat deh bagian belakangnya. Bentuknya bagus!"

Oh, sepertinya Pak Suami udah demen sama ini mobil hm hm. Test drive hari kedua beres.

Tadinya kami mau liat Mercedes EQS. Tapi setelah dipikir-pikir, harga mobil $50,000 sepertinya di luar budget. Mana setelah dicek harga asuransi mobilnya $400/bulan. Alamak, terlalu mahal kalau pengeluaran rutinnya segitu! 

Taaruf sama Mobil

Hari Senin 10 Februari 2025, Pak Suami nemu listing online mobil Audi e-tron S Sportback 2022. Listing ini baru di-publish dua hari yang lalu. Jenis mobil ini mirip Audi yang aku naiki kemarin tapi tahun produksinya lebih muda. Meskipun estimated range-nya tergolong cupu (cuma 200an mile, dibanding BMW iX yang sekitar 300an mile), tampilan luarnya emang kece. Ukurannya SUV bentuk belakangnya mirip sedan saloon. Unik!

Hari Senin itu Pak Suami nyuruh aku browsing pre-qualification buat ambil kredit mobil dari bank. Caranya cukup mudah, cari situs bank resmi, lalu pilih menu pre-qualification buat auto loan. Lalu masukin identitas pribadi (nama, tanggal lahir, Social Security Number). Nanti ada informasi berapa banyak nominal yang bisa dikreditkan dan besar bunganya.

Kami memang berencana ambil kredit untuk mempelajari proses leasing karena nantinya kami berniat ambil kredit rumah. Ini bener-bener pertama kalinya kami ambil kredit dan sebenernya, buat bayar cash pun cukup. Just for the sake of learning the process. 

Aku coba apply pre-qualification di Capital One (salah satu institusi finansial di sini), dikasih bunga 15%. Mahal banget itu. Belum lagi ada batasan maksimal berapa kredit yang bisa diambil. 

Malamnya, waktu aku jemput Pak Suami dari kantor, kami mampir ke dealer yang membuat listing Audi e-tron 2022. Aku lihat alamat yang tertera di situsnya, lalu aku copy di Google Maps. Pas udah deket tempatnya, suami bilang, "Bukan yang ini deh tempatnya."

Entah gimana, di situs itu ada dua alamat dealer mobil. Suami masukin alamat yang bener di Google Maps. Betapa tercengangnya aku, ternyata aku sampai di dealer BMW yang dulu kami kunjungi buat nanyain fitur lane keep assist!

Kali ini, Pak Suami masuk sendirian buat nengok mobilnya. Aku nunggu di mobil, di parkiran. Waktu suamiku keluar dari gedung, mukanya sumringah banget! 

"Buagus mobilnya! Liat deh, kalau kamu buka pintunya, nanti ada projection tulisan e-tron di lantai. Tadi aku liat mobil ini masih proses detailing. Mereka baru banget dapet mobil ini dari orang yang ngejual. Ini baru spark joy!" Ujarnya bersemangat sambil menunjukkan sepotong video yang dia ambil. 

Fix, ini udah 100% bakal kebeli, pikirku wkwkwk. Kalau Pak Suami udah menyanjung-nyanjung suatu barang, pasti dibeli!

Bagi aku, ini kayak proses taaruf buat nikah. Aku kan belum liat mobilnya tapi udah diyakinkan sama Pak Suami kalau mobil ini bagus pol. Ya udah, aku percaya aja. Toh mobil ini masih dalam proses dibersihin. Berarti nanti kalau jadi kami beli, bakalan masih bersih banget, kan? (Gak bulukan a.k.a jamuran kayak mobil Tesla yang aku liat sebelumnya). Hoki gak, sih? Eh, bukan. Ini namanya jodoh! 

Mobil yang mau dibeli udah ketemu, berarti udah hampir beres prosesnya dong, ya? Eits, justru di situlah semua dramanya terjadi!
Ilma
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Amerika Serikat.
Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar