Ilma Hidayati Purnomo

Mengawali Tahun 2023 dengan...

K-E-L-U-H-A-N! 

Padahal tahun baru kan harusnya semangat buat ini-itu, apalagi baru introspeksi akhir tahun dan buat resolusi tahun 2023. Apa daya, malah banyak kejadian kurang mengenakkan yang terjadi.

1. Disuruh Hemat (Mengarah ke Irit)

Sebenernya ya, aku tuh suka ngerasa tertekan kalau belanja mingguan. Selain karena suka bandingin harga groceries di sini dan di Indonesia, harga barang-barang terus naik, kayak gak ada berhentinya.

Bayangin aja, 3 tahun lalu waktu aku baru sampai di sini, telur satu lusin bisa dibeli dengan harga $1. Sekarang, harganya $4.5! Gila gak sih! Masa' dalam setahun naik lebih dari 100%?

Soal harga, makanan yang sifatnya menyehatkan juga secara umum lebih mahal daripada junk food. Misal, beli jagung segar, satu bonggol harganya bisa $1. Sedangkan jagung beku yang sudah diproses (mungkin juga diberi pemanis), 3 bonggol harganya $1.

Belum lagi, jumlah anak kami bertambah. Mereka pun semakin besar dan butuh makanan yang lebih banyak. Kalau dulu pas pertama kali sampai di sini, hanya diperlukan $200 sebulan buat aku, suamiku, dan anak 1, tahun; sekarang diperlukan setidaknya $500 sebulan buat aku suamiku, anak 4,5 tahun dan 2 tahun.

Aku mumet 😭

Pendapatan suami (uang beasiswa bulanannya) nggak jauh beda. Paling cuma naik $200 padahal sewa apartemen juga naiknya $100. Meskipun yah, alhamdulillah, kami masih bisa nyimpan uang kalau suamiku lagi internship di musim panas. Juga kami enggak punya tunggakan kartu kredit apalagi pinjaman. 

Tapi tetep aja, suamiku syok waktu tahu aku belanja ayam dan daging aja sampai habis $100. Padahal belum termasuk bumbu-bumbunya yang juga mahal dan belum tentu semua itu cukup untuk sebulan.

Mungkin ada yang bakal ngasih saran, kenapa enggak makan kayak orang bule aja: pancake, roti, atau oatmeal, karena tersedia banyak, pasti murah, kan? Atau jangan beli sayuran segar, yang beku aja, biar lebih murah. Atau, ya udah sih, uangnya masih cukup kan? Kenapa harus hemat-hemat amat?

Guys, suamiku itu tumbuh di desa, di mana dia bisa makan sayur yang baru dipetik dari lahannya. Bisa makan daging sapi yang baru disembelih. Semua makanan segar dan berkualitas tinggi itu bisa ia dapatkan dengan murah! Espektasi dia ya, keluarga dia sekarang harus bisa makan sehat kayak gitu juga.

Nah, karena realitanya di sini, makanan kayak gitu tuh mewah, paling enggak masih bisa makan agak sehat dengan harga yang rasional. Gaya hidup juga harus dijaga, biar enggak boros. Karena, kami percaya, suatu saat nanti kehidupan kami akan membaik secara finansial. Kami enggak mau punya mental ngabisin uang karena ada uangnya. Tapi, kami ingin bisa menggunakan dengan baik.

Karena kejadian ayam dan daging $100 di akhir tahun itulah, suamiku menceramahiku soal budgeting (lagi). Aku diminta membuat daftar bahan makanan yang memang harus dibeli. Bahkan, saking strict-nya, buah enggak masuk anggaran utama. Itu pun, sebulan udah habis $400.

Akhirnya, kami anggarkan buah secara terpisah. Maklum, harga jeruk 1,5 kg bisa seharga $5 (setara Rp 75.000,-) dan anak-anakku bisa habisin jeruk itu dalam sehari saja. Aku sampai harus nyembunyiin buah dan ngasihin ke anak-anak secara bertahap.

Well, konsekuensinya, kalau anak-anak terlalu di rem dari makan buah, mulut mereka cenderung bau dan jadi susah BAB. Serba salah memang. Haha, ya, mungkin inilah alasannya berat badanku enggak pernah bertambah meskipun udah 3 tahun tinggal di luar negri dan sempat hamil.

Sebenernya, yang ingin diajarkan suami itu bukan hematnya, tapi berapa value-nya. Kayak misal, sepotong daging harganya $5. Setengah kilo anggur juga $5. Kalau dimakan, daging kan ngenyangin, bikin seneng juga dibanding anggur yang habisnya cepet dan gak bikin kenyang. 

Yah gitu. Aku harus punya argumentasi yang kuat kalau mau beli sesuatu yang sifatnya suka-suka. 

2. Bayar Wifi Lebih Mahal

Dua tahun lalu, aku berlangganan wifi rumahan dari penyedia bernama Xfinity. Berhubung aku adalah keluarga yang disuport program pemerintah untuk keluarga kurang mampu, aku dapat potongan harga. Cukup bayar $10/bulan.

Tahun lalu, ada program pemerintah yang mengambil alih program internet murah ini. Aku cukup mengkonfirmasi kalau ingin ikut program ini. Aku pun menikmati wifi di rumah secara gratis. Thanks to pemerintah sini!

Ternyata, tahun ini aku harus melakukan daftar ulang. Aku harus memasukkan dokumen pendukung. Sebenernya dikasih waktu sebulan, tapi aku tunda-tunda. Sampai akhirnya aku asal masukin dokumen dan ditolak.

Kupikir, oh paling nanti bayarnya $10 kayak waktu awal. Ternyata, bulan ini aku dapet tagihan $30!

Kezal. Aku jadi harus cari-cari dokumen pendukung lagi. Kudu dateng ke kantor pemerintah dan minta surat lagi.

3. Asuransi Gigi Bermasalah

Duh, aku udah males cerita lagi. Pokoknya ini juga bikin kesel. Silakan baca di artikel pengalaman ke dokter gigi dan asuransi gigi di Amerika

4. PMS

Awal bulan pasti disambut sama tamu satu ini. Perut terasa kembung, bengkak, dan mual. Belum lagi sakit yang enggak jelas posisi dan sumbernya. Badan enggak enak, otomatis mood jadi berantakan.

Padahal ya, haidnya sendiri biasanya baru keluar pertengahan bulan. Ditambah keluarnya enggak lancar. Duh... Gini banget rasanya haid ya. Tapi kalau sampai hamil lagi juga enggak mauuu

5. Lelah dengan My.Id

Baca aja deh di artikel review jujur aplikasi My.Id. Yang lebih bikin kesel, kenapa juga aku harus terjebak pingin ikutan give away. Segitu desperate-nya kah aku pingin dapet rupiah?

6. Lelah dengan Tugas Grup

Aku tuh pingin bisa fokus dengan hal-hal yang aku sukai di tahun ini. Pingin bisa enjoy ngasuh anak, seneng pas udpate blog, dan melakukan hal-hal produktif yang tidak memberatkan perasaanku.

Tapi, tahun kemarin aku mengiyakan ajakan jadi pengurus suatu grup menulis. Aku pikir, bantu-bantu ringan aja lah. Lah taunya, tiba-tiba mau bikin antologi. Padahal belum terbentuk kebiasaan menulis yang mengikat. Terus sekarang, aku juga harus bantu-bantu lagi.

Entahlah, masih terasa berat aja. Mungkin aku butuh pandangan baru dalam mengemban tanggung jawab ini.

7. Lelah Menerima Tamu

Akhir-akhir ini, suamiku lagi sering ngundang temen buat makan di rumah. Umumnya, aku bersikap netral kalau ada tamu. Enggak keberatan, enggak senang banget juga. Apalagi dulu aku seneng masak, seneng juga dong kalau banyak yang cobain.

Masalahnya, sekatrang aku lagi males banget masak dan bersih-bersih rumah. Kalau ada tamu, aku jadi enggak bisa tidur. Harus buru-buru masak dan bikin apartemen keliatan "masuk akal" untuk ditinggali manusia. Mana secara umum, semua ini aku lakukan sendirian.

Padahal, kalau tamunya udah dateng, aku mah enggak bakal ngobrol sama tamunya. Aku sibuk ngejagain anak-anak biar enggak rewel dan mengganggu tamu.

Aku tahu, memuliakan tamu itu salah satu adab penting dalam Islam. Tapi kalau aku lagi keberatan kayak gini, capek hati kayak gini, terus gimana? 

8. Terburu-Buru Beli Hosting dan Domain

Tapi malah gak disentuh sama sekali! Sibuk mikirin backlink aja terus jadi lompat dari satu situs penyedia blog ke situs lain. Ngapain sih, aku?

9. Blog ini Jadi Berisi Keluhan

Yah gimana lagi. Aku harus curhat apa lagi? Aku lagi enggak bisa menipu diri sendiri dan malah nulis baik-baik di media sosial kayak dulu waktu masih gadis. 

Wah iya juga ya. Kayaknya aku juga kebanyakan konsumsi keluhan orang lain pas lagi scrolling media sosial. Jadi weh aku kebawa. 

10. Keburu Pingin Ikutan Kelas Bahasa Arab

Salah satu resolusiku tahun ini pingin mendalami agama Islam lebih baik, salah satunya mulai belajar Bahasa Arab. Program yang pengin aku ikuti adalah program BISA.

Sebenernya aku udah daftar dari sebulan yang lalu. Tapi sekarang, tinggal sisa 8 hari malah belum mempersiapkan diri dengan matang. 

Penutup

Kalau aku pikir-pikir ulang selama menulis artikel ini, sebenernya semua ini bisa jadi bukan hal-hal yang perlu dikeluhkan. Aku cuma perlu belajar banyak hal baru dari masalah-masalah baru. 

Salah satu hal beruntung yang aku dapet awal tahun ini, aku dapet kesempatan gabung akun Canva Edu. Lumayan kan, sekarang desain pro tapi gratis. 

Yah, mungkin semua ini bukan keluhan. Tapi kejutan! 

Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

Posting Komentar