Ilma Hidayati Purnomo

Pengalaman Mendaftar Sekolah Anak di Amerika

Perjalanan panjang mendaftar sekolah anak di Amerika sudah dimulai sejak tahun 2019. Padahal saat itu, Razin masih berusia 15 bulan. Ternyata, mendaftar sekolah di Amerika tidak mudah!

Menemani Teman Mendaftarkan Anaknya ke Sekolah

Semua ini bermula ketika kami sampai di kota Chicago bulan September 2019. Bahasa Inggrisku belum fasih, tapi ada teman sesama orang Indonesia yang meminta aku menemaninya mencari sekolah untuk anaknya yang berusia 5 tahun. Mau nggak mau, pengetahuan bahasa Inggris yang aku pelajari sejak kelas 4 SD dan sekitar 6 tahun les bahasa Inggris, akhirnya diuji juga.

Aku menemani Mbak Caca, istri pegawai Bank Indonesia yang sedang kuliah magister di sini, untuk mendaftarkan anaknya sekolah. Dimulai dengan mengunjungi indoor playground milik kampus dan bertanya dengan beberapa orang tua, mengunjungi playground lainnya yang berbayar di jalan E 55th St & S Kenwood Ave, hingga akhirnya datang secara langsung ke sekolah. 
Sekolah di Chicago, public school
Kami mendatangi langsung William H. Ray Elementary School yang lokasinya sekitar 1.5km dari apartemenku sekarang. Pertama kali datang sekitar bulan Oktober 2019. Kami agak terkejut karena sekolah itu sangat tertutup. Gedungnya tinggi dan semua pintunya terkunci. Kami harus menekan bel dan menjawab pertanyaan lewat intercom. Barulah kami bisa masuk ke dalam. 

Tentu saja, kami tidak tahu ruangan pendaftaran di sebelah mana. Kami ditunjukkan oleh salah satu pegawai sekolah untuk naik ke lantai dua. Sembari berjalan melewati beberapa kelas menuju ke lift, kami melihat sebagian besar siswanya adalah keturunan African-American. Berhubung sekolah ini menyediakan kelas dari Pre-K, K, hingga Grade 8, kami lihat anak-anak SMP yang tinggi dan besar berbicara dengan bahasa yang kurang sopan (kadang menyelipkan rude language). Jujur, nyali kami jadi ciut. 

Bukan bermaksud rasis tapi kami juga mencoba lebih waspada. Pasalnya, tak jauh dari area kampus ada wilayah paling berbahaya di Chicago yang sebagian besar penduduknya adalah orang kulit hitam. Nama neighborhood-nya (setingkat kecamatan) Englewood. Tingkat kejahatan di sana sangat tinggi, terutama berkaitan dengan penggunaan senjata api.

Di area kampus tempat kami tinggal pun tetap memiliki tingkat kejahatan yang tinggi. Beberapa kali ada insiden penembakan mahasiswa. Padahal, ada polisi berjaga-jaga hampir di setiap perempatan ditambah mobil polisi yang patroli tanpa mengenal waktu.

Belum lagi ditambah dengan kebiasaan orang kulit hitam menggunakan rude language sekalipun di sedang berada di institusi pendidikan (biasanya siswa-siswanya). Rasanya, lingkungan pendidikan di sini kurang kondusif apalagi kami belum kenal komunitas muslim. 

Namun, menurut penuturan Mbak Caca yang sudah pernah browsing sebelumnya, sekolah itu terbilang cukup bagus dibanding sekolah lainnya yang ada di sekitar sini dan apartemen tempat tinggalnya berada di dalam zona sekolah itu. Aku menurut saja, menemaninya ke sekolah dan menyiapkan sejumlah pertanyaan. Sesampainya kami di principal room, aku langsung menyapa pegawai di front desk-nya yang juga orang kulit hitam. 

Ia ramah dan menjawab dengan baik sejumlah pertanyaanku. Ia bahkan mengecek alamat rumah kami apakah masuk zonanya apa nggak. Kemudian ia bertanya, berapa usia anak yang mau masuk sekolah. Aku jawab, 4 tahun, karena anaknya lahir bulan Februari 2015. Terus dia kasih beberapa lembar informasi pendaftaran. Disuruh ngumpulin dokumennya, terus dateng ke sekolah lagi. 

Dia bilang, anak temenku bakal masuk Pre-K (saat itu Pre-K di public school di Chicago masih menerima usia 3 dan 4 tahun) dan karena tinggal di zona sekolah itu, kami cukup dateng dan daftar aja. Oke lah, kami pulang dan balik lagi ke sekolah beberapa hari kemudian. Dan ternyataa, guru public school se-Chicago lagi demo! Alamak, mogok ngajar dong. 

Dua minggu kemudian, setelah demonya udahan, kami ke sekolah lagi dan bertemu staf yang berbeda. Staf yang ini malah bilang, kalau Pre-K nggak bisa dateng dan daftar gitu aja. Harus buat akun dan daftar online. Lah, kok beda? Mana kami gak inget nama staf yang sebelumnya ditemui. Ya sudah, bawa dokumen pun kami pasrah. Kami akhirnya memutuskan pergi ke Family Resource Center milik kampus UChicago dan mencoba mendaftar online. 

Ternyata, pas mau ngisi data secara online, diminta nomor induk siswa. Kami harus ngisi sebuah form online terpisah dan nunggu surat datang. Ditunggu beberapa hari juga gak ada surat datang. Akhirnya aku coba telpon call center dan bilang bakal ngasih nomer induknya dengan nelpon nomor telpon yang didaftarkan, punya suaminya Mbak Caca. Begitu dapat nomor, lanjutin ngisi pendaftaran online. 

Ternyata, diminta dua pilihan sekolah. Mbak Caca milih Chicago Child Care Society, sebuah Community School. Kami masukkan semua datanya. Beberapa hari kemudian dapat hasil pendaftaran. Anaknya Mbak Caca, Nay, masuk waitinglist di Ray School (pilihan pertama) dan lolos di pilihan kedua. Dengan semangat menggebu, kami pun dateng ke sekolah kedua. 

Lah, pas dateng ke sana, ternyata dibilang sistem pendaftarannya error. Sekolah itu udah nggak nerima siswa dulu kecuali ada yang DO. Lah piye. Mana di sekolah ini bayar, ratusan dolar perbulan. Yah, akhirnya kami milih nunggu Nay berusia 5 tahun, biar bisa daftar TK. 

Februari 2020, anak Mbak Caca berusia 5 tahun. Kami kembali mendatangi Ray School. Tahu apa yang terjadi? Ternyata nggak bisa daftar karena buat masuk Kindergarten, usia 5 tahunnya dihitung di bulan September (awal tahun ajaran). Kenapa nggak dari beberapa bulan yang lalu dibilang gini? 🙃

Karena pandemi, kami nggak lagi bisa ketemu. Sepertinya, kami baru ketemu lagi pas aku lahiran Zayn, bulan September 2020, setelah tahun ajaran baru dimulai. Mbak Caca berusaha menyelesaikan masalah pendaftaran sekolah anaknya bersama suaminya. Katanya, data anaknya sempat "nyangkut" di sistemnya sehingga sempat nggak terdaftar. Syukurlah, Nay sempat bersekolah di Ray School sebelum akhirnya pulang ke Indonesia pada Juni 2021 karena ayahnya sudah lulus dari program magister. 

Mendaftarkan Razin ke Sekolah

Yeah, tahun ini akhirnya giliranku memasuki petarungan mendapatkan sekolah. Aku mulai dari nyari di Google dan follow media sosial Chicago Early Learning. Pendaftaran dibuka tanggal 19 April 2022 (istilahnya Initial Application Period, karena sebetulnya pendaftaran ke sekolah dibuka sepanjang tahun). Awalnya aku santai, kan, milih Ray School aja. Ternyata, suamiku yang perfeksionis tidak suka dengan ide begitu. Jadilah aku membuat list sekolah bagus di Chicago. Gimana caranya aku tahu rangking sekolah? Liat di Illinois Report Card

Ternyata, buat di kota Chicago, yang nomor atas (rangking 1-10) itu di wilayah Uptown (pusat kota di utara yang jaraknya 25 km dari sini). Sedangkan sekolah-sekolah deket apartemen sini, rangkingnya ratusan 🙃 Tapi setelah aku perhatikan, performa sekolah (kayak rata-rata nilai UN-nya lah) mulai rangking 50an ke atas ya udah sama aja, gak jauh berbeda.

Mempertimbangkan ini tahun pertama Razin sekolah, durasi sekolahnya lama (8 jam), padahal Razin masih 4 tahun, kami ambil sekolah deket sini aja yang rangkingnya masih lumayan dan siswanya beragam. Satu-satunya yang cukup "lumayan" ya, Ray School yang dulu dikejar-kejar Mbak Caca wkwk. Kali ini, aku bener-bener ikutin alur pendaftarannya. Aku cari semua infonya secara online, nggak lagi nanya-nanya orang. Tenyata, emang paling sohih infonya ya, cari di situs-situsnya. Salah satunya di https://www.cps.edu/ (induk situsnya Chicago Public School). 

Aku pun membuat akun keluarga di Chicago Early Learning dan mengisi tujuan sekolah: Ray School dan Bret Harte (sama-sama sekolah negri yang gratis hehe), sambil berdoa mudah-mudahan lolos di pilihan pertama. Sebenarnya bisa pilih sampai 5 pilihan. Tapi buat apa masukin sekolah, yang kalau sampai keterima malah setengah hati buat masuknya? Mending masukin pilihan yang bener-bener nyaman di hati. Kalaupun masuk waiting list, ya gapapa, nanti bisa daftar lagi sebagai siswa yang tinggalnya di zona sekolah.

Yang menarik, dari proses pendaftaran ini, cara sekolah menerima siswa bukan dari yang daftarnya paling cepat, melainkan melihat setiap kondisi keluarga, persis kayak kalau daftar asuransi kesehatan dari pemerintah. Jadi, yang mereka lihat: seberapa dekat rumah calon siswa ke sekolah, berapa pendapatan orang tuanya, apakah si anak hidup dengan foster family/diadopsi, apakah penyandang disabilitas, tidak berbicara bahasa Inggris, dll. Kalau aku boleh simpulkan, semakin "menyedihkan" kondisi keluarga calon siswa, kemungkinan diterima di public school semakin besar. Namanya juga program pemerintah yang mengusahakan pemerataan. Toh gratis juga sekolahnya. Bahkan saking meratanya, kualitas sekolahnya pun cukup merata. Cuma 50 sekolah teratas yang kualitasnya menonjol. Kebawahnya, sampai 700an, hampir sama. Kecuali yang parah banget, di rangking 900an. 

Yang selanjutnya bikin deg-degan adalah nungguin hasilnya keluar. Awalnya katanya tanggal 12 Mei. Tapi ditunggu nggak ada info juga. Liat di Instagram Chicago Early Learning, katanya 24 Mei. Aku chat lewat WA, katanya tunggu aja. Ya udah lah, daripada dapet info simpang siur, emang ditunggu aja. Bener aja, sekitar tanggal 24 Mei tiba-tiba dapet telpon dari guru Ray School. Dikasih info kapan harus daftar ulang dan dokumen apa yang harus dibawa.  Siangnya justru baru dapet email notifikasi dari situs Chicago Early Learning kalau Razin diterima di Ray School. 
Preschool Anak di Chicago
Tanggal 15 Juni datang ke sekolah sekitar jam 1 siang. Ternyata semua orang tua dikumpulin di salah satu kelas Pre-K dan disuruh mengisi banyaak banget formulir wkwk. Mana aku bawa kedua anakku. Beruntung ada banyak mainan. Itu pun anak keduaku sempet jatuh dan nangis 😅

Terus ditawarin, mau ikutan summer school atau nggak. Katanya sih cuma 4 hari dan cuma 4 jam setiap harinya. Aku pikir ini kesempatan bagus buat Razin mengenal lingkungan sekolah. Jadi lah ia mengikuti kegiatan summer school tanggal 18-21 Juli 2022.

Kegiatan-kegiatan setelahnya bisa dibilang standar, seperti sekolah pada umumnya. Ada parent meeting untuk anak-anak pendatang baru. Ada tur sekolah di mana kami dikasih brief kegiatan anaknya ngapain aja, apa yang harus dibawa, dan tur ke dalam kelasnya. Sayangnya, aku nggak sempet mendokumentasikan karena waktu kegiatan bertepatan dengan jam tidur siang. Zayn, bayi dua tahun, rewel tanpa henti.

Sekarang, udah hampir sebulan Razin sekolah. Sejauh ini nggak ada concern apa-apa karena kegiatan di sekolah masih main-main. Dia juga keliatan seneng sekolah.

Seperti biasa, tulisan ini aku buat sebagai jejak pengalaman mendaftar sekolah supaya kalau nanti daftarin anak sekolah lagi, aku tinggal baca tulisan ini. Yah, walaupun sepertinya anak kedua nanti bakal lebih repot karena dia lahir di akhir bulan September. Mau masuk di tahun ajaran tahun 2024, dia kurang umur beberapa hari, tapi kalau di tahun setelahnya jadi paling tua di kelas. Sebetulnya ada tes tertentu yang diselenggarakan Chicago Public School untuk mengkualifikasi anak-anak kayak gini. Hanya semacam tes psikologi untuk mengukur kesiapan anak. Kita lihat nanti saja :)
Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

8 komentar

  1. makasih sudah menuliskan ini, Mba. Walau kayaknya saya gak mungkin tinggal di luar negeri, namun membaca pengalaman seperti ini akan memberikan pengetahuan yang sebelumnya gak saya ketahui

    BalasHapus
  2. Masyaa Allah, keren sekali mba tulisannya.. Kita dsini aja yg sama" satu bahasa masih pusing pilih sekolah anak.. Mba ilma keren bisa dengan tenangnya memilihkan sekolah anak.. Semoga sehat selalu ya mbakk..

    BalasHapus
  3. MasyaAllah... Segitunya perjuangan seorang ibu dalam menyekolahkan anaknya di negeri orang.
    Bener juga ya, hidup di tanah kelahiran itu, bagaimanapun adalah yang terbaik

    BalasHapus
  4. Ckckck.. pengalaman nyekolahin anak di negeri orang :))

    Ray School ini mungkin kalo di Indonesia itu berasa kayak sekolah di daerah yang super-high density-populated, kalo dilihat dari warganya yang banyak ngomong slang kasar. Aku bisa paham sih kekhawatirannya :))

    Tapi aku merasa selama kita nanem value pada anak kita di rumah untuk bicara sopan dan memperlakukan orang lain dengan respek, dia nggak akan sampai ikut-ikutan temannya.

    Selamet sekolah baru buat Razin, semoga betah dan dapet menyerap banyak value yang diajarin guru-guru sekolah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat banget sama pendapat mbak Vicky. Mau dimana pun sekolahnya. Kalau sudah diajarkan untuk bicara sopan dan respek sama orang lain, kayaknya bakalan aman dah.
      Bahkan di negara sendiri juga rasanya nggak bisa merasa bebas sepenuhnya dari lingkungan yang nggak bersahabat. Iya nggak sih?

      Hapus
  5. Alhamdulillah... Akhirnya Razin keterima juga. Mamah yang daftar in, aku yang Baca spot jantung juga ini. Ribet kedengerannya karena belum ada pengalaman sebelumnya ya mbak. Akhirnya diterima juga di Ray School.. Selamat menimba Ilmu Razin.

    BalasHapus
  6. Informasinya berguna banget ini mbak. Jadi kebawa dari awal smpe akhir bacanya ngalir juga,. Ternyata tidak semudah itu ya mbak misalkan mau daftarkan pendidikan anak

    Tapi dengan begitu jadi kita nambah pengalaman yang bisa dibagikan utk orang yg emang lagi butuh terkait informasi ini sihh

    BalasHapus
  7. benar² butuh effort ya mbak. Aku kalau baca bab beginian dan ada kaitannya sama suami kayak berkaca pada diri. 11 12 lah mbak,karakter suami 🤣 berasa mau memilih apapaun harus nyuhuhin proposal dulu . Ditunggu cerita lainnya mbak,

    BalasHapus

Posting Komentar