Malam ini aku dapat pencerahan baru. Menjalani kehidupan yang realistis itu termasuk menyadari bahwa semua yang aku miliki tidaklah abadi. Tubuh ini, cinta kepada suami, juga keberadaanku di tanah ini. Semuanya tidak abadi. (Bentar, kok tulisan ini kesannya kayak catatan orang yang mau meninggal? Wkwk)
Aku belum merasakan tanda-tanda mau meninggalkan dunia ini, kok. Aku cuma merasa kalau tidak lama lagi aku harus meninggalkan Amerika. Entah karena alasan keimigrasian atau keinginan suami. Pasalnya, suamiku makin getol menyebutkan ingin resign kalau punya tabungan yang cukup. Ia ingin jadi dosen di Indonesia dan hidup santai. Biasanya nih, kalau suami udah pingin sesuatu, cepat atau lambat pasti terwujud. Jadi, lebih baik aku bersiap-siap menghadapi perubahan besar (lagi).
Aku masih gemas dengan situasi di Indonesia yang rusuh. Aku juga sering mendengar keluhan teman-temanku yang tinggal di sana. Hal ini jelas membuatku malas untuk pulang. Namun, sepertinya suamiku tidak gentar menghadapi kenyataan ini.
Ya sudah, itu berarti saatnya aku berhenti menjelekkan kehidupan di Indonesia maupun di Amerika. Saatnya aku menjalani kehidupan dengan kesadaran penuh. Selagi masih ada kesempatan, aku akan mendokumentasikan kehidupanku di blog dan Instagram.
Aku ingin kepindahanku nantinya tidak menyisakan kekecewaan apalagi luka. Dulu, waktu pindah dari Chicago, aku tidak sempat merasakan kesedihan harus pindah ke tempat lain, karena aku sibuk mengurus semua tetek bengek urusan pindahan. Aku harap, jikalau saatnya nanti aku harus back for good, aku juga tidak perlu merasakan perasaan "mengganjal". Karena aku pernah menjalani kehidupan masa kecil dengan menanggung perasaan "mengganjal" warisan orang tua. Salah satu dari mereka terus menerus mengutarakan penyesalannya harus back for good dari Australia.
Aku juga harus mulai berdamai dengan orang-orang di Indonesia yang pernah melukai hatiku. Aku harus berdamai dengan masa laluku, entah itu dengan keluarga besarku maupun teman (apalagi mantan). Paling utama, aku harus berdamai dengan diri sendiri. Aku harus menerima diriku, lengkap dengan semua masa laluku.
"Diri ini menjadi lengkap karena masa lalu yang pernah kujalani. Meskipun aku pernah melakukan hal buruk di masa lalu, pengalaman itu lah yang membentuk kedewasaanku saat ini."
Aku juga harus belajar untuk bersosialisasi dengan tetap menghargai boundaries. Aku sadar, selama ini aku sering sekali menghindari berhubungan dengan orang lain, terutama sesama orang Indonesia, karena tidak tahan dengan kebiasaan menggosip, pingin tahu urusan orang lain, etc. Mungkin aku harus mengubah mindsetku supaya lebih positif. "Orang Indonesia suka untuk mengenal teman bicaranya lebih dalam" :)
Ternyata, episode kehidupanku tinggal di luar negeri yang cuma sementara ini bertujuan mendidikku untuk bertransformasi. Aku harus meninggalkan watak-watak lama yang tidak lagi relevan untuk kelangsungan hidupku. Ketika aku sudah berubah, berarti memang saatnya aku pulang sebagau orang yang "baru".
Akhirnya, aku harap, nanti aku bisa menantikan kepulanganku sebagai hal yang positif. Bismillah, di manapun aku berada, semua ini adalah bumi Allah. Tempat aku beribadah dan menimba ilmu. Sesi belajarku di luar negeri mungkin akan usai, tapi sesi belajarku akan terus berlangsung hingga akhir hayatku. Teman-teman doakan aku supaya aku tetap semangat memperbaiki diri ya :)
Rencananya, aku mau buat tulisan blog dan reels Instagram (keduanya berkaitan, bakal aku masukin link satu sama lain) tentang "6 tahun di Amerika, sekarang di Indonesia kayak apa, ya?" Bercerita tentang hal yang sederhana dan ditemukan sehari-hari. Misalnya di grocery store, belanjanya gimana. Atau tempat main anak kayak gimana. Supaya aku juga me-recall kehidupan di Indonesia seperti apa (biar nanti nggak kena culture shock). Karena ini bakal di share, aku harus siap dengan hujatan orang yang bakal bilang "ngapain banding-bandingin Indonesia sama Amerika". Toh semua tulisan dan video yang aku buat tujannya untuk diri sendiri. Supaya aku ingat kehidupan di Indonesia seperti apa dan mendokumentasikan kehidupan di Amerika seperti apa.
Akhir kata, lagunya Peterpan jadi terus terngiang di kepala:
🎶 Tak ada yang abaadii 🎶
Posting Komentar
Posting Komentar