Ilma Hidayati Purnomo

Kebobolan Lagi?

Beberapa waktu lalu saya pergi ke dokter kandungan untuk mengecek IUD yang baru dipasang bulan lalu. Waktu itu, IUD lama saya harus dilepas karena posisinya bergeser. Lalu, dokter memasang yang baru.

Ketika nama saya dipanggil oleh suster, seperti biasa, saya diminta memberi sampel urin untuk tes kehamilan. Kemudian suster mengecek tekanan darah dan kadar oksigen saya.

Setelah menunggu beberapa saat di dalam ruang konsul, dokter datang dan mengakses medical record di komputernya. Tiba-tiba saja ia keluar sambil berkata, "I need to see something."

"Your pregnancy test is a bit positive," katanya sambil menutup pintu.
"What?!"

Saya kaget? Jelas. Tapi tidak sampai jantung mau keluar atau berhenti berdetak. Ini bukan pertama kalinya, saya hamil anak kedua dengan IUD. Cuma ... gabungan sedikit kecewa dan banyak alasan untuk denial.  

Dokter menjelaskan kalau hasil itu bisa saja salah. Ia juga meminta saya melakukan tes darah yang lebih akurat.

Pulang dari klinik, sambil menunggu hasil tes darah, saya browsing banyak hal. Seberapa banyak kemungkinan hasil false positive. Ternyata kurang dari 1%. 

Lalu saya mencari tahu juga soal chemical pregnancy. Ini terjadi ketika embrio sudah terbentuk tetapi gagal menempel di dinding rahim atau gagal berkembang sehingga ikut luruh bersama haid. Jenis keguguran ini mungkin tidak disadari oleh wanita. Saya yakin, ini mungkin chemical pregnancy apalagi jadwal haid saya belum juga lewat.

Saya jadi merenung, boleh tidak, ya mengatakan "Alhamdulillah wa innalillah" untuk kondisi ini? Seperti yang lumrah diucapkan pemimpin terpilih. Bukankah anak adalah rezeki juga amanah?

Hari itu saya lebih sering memandangi anak-anak saya yang usianya 5 dan 3 tahun. Apa yang harus saya katakan kepada mereka? Bagaimana saya menyiapkan si kecil untuk menerima kehadiran bayi lain di rumah? Juga sejumlah kekhawatiran lainnya.

Saya tidak khawatir soal ekonomi. Bukankah Allah menjamin rezeki setiap anak? Namun, sanggupkah saya mengasuh tiga anak secara maksimal?

Besoknya, saya dapat telpon dari klinik. Hasil tes darah negatif. Saya lega. Kekhawatiran saya lenyap.

Saya merenung lagi, bagi saya ini berita baik, tetapi bagaimana bagi pasangan yang memang mendambakan lahirnya buah hati? Terbayang, mereka yang sudah melakukan banyak usaha hingga mencoba metoda bayi tabung, lalu melihat hasil tes urin positif. Ternyata, ketika tes darah, hasilnya negatif. Harapan dan kebahagiaan pupus seketika.

Menyambung tulisan Teh Astrid kemarin, saya sudah menghapus kata "kapan" dari kamus obrolan basa-basi. Karena hal yang menyangkut takdir memang tidak bisa kita atur kapan datangnya, meskipun banyak usaha sudah dikerahkan.

Termasuk saya yang mungkin "kebobolan" lagi meskipun sudah mengusahakan jarak antar anak wkwk
Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

Posting Komentar