Ilma Hidayati Purnomo

Ritual: Sebuah Bentuk Investasi Tidak Biasa

Beberapa waktu lalu, aku baca sebuah artikel di majalah. Tajuk artikel itu adalah kekuatan dari ritual kecil yang dilakukan secara mindful.

Misalnya, dalam artikel diceritakan Ajayi, CEO dari sebuah lifestyle and wellness platform, yang setiap minggu pergi ke farmer market terdekat untuk membeli bunga.

Ia berjalan di sekitar penjual bunga, mencium aromanya, menyentuh mahkotanya, dan merasakan emosi yang muncul ketika berinteraksi dengannya.

Ketika Ajayi pulang ke rumah dengan sejumlah bunga yang dibeli, ia merangkainya. Proses merangkai bunga ini pun dilakukan dengan kehadiran pikiran yang penuh.

Ternyata, bunga yang dirangkai ini punya efek. Dalam satu minggu itu, setiap melihat rangkaian bunga, ia merasakan energi baik.

Mungkin kayak pas pulang kerja, capek, lalu liat bunga itu, jadi inget alam. Inget lagi dengan aromanya yang harum. Seperti recharge energi, gitu.

Bedanya Ritual dan Kebiasaan

Mendengar kata ritual, kita cenderung mengaitkan dengan kegiatan keagamaan atau sesuatu yang dilakukan dengan satu set aturan dan tata cara tertentu.

Kegiatan ritual yang cukup umum, misalnya pernikahan, festival hari raya, atau pemakaman. Kegiatan ini membuat kita lebih menghargai pencapaian, merayakan kebahagiaan, atau menjadi momen berkabung. Ada banyak emosi dan hal kecil yang kita perhatikan lebih dalam.

Rituals help us make the invisible, visible➖Casper ter Kuile, author of The Power of Ritual: Turning Everyday Activities into Soulful Practice

Jadi, ritual itu bisa berupa kegiatan sederhana. Bedanya dengan kebiasaan: ritual membutuhkan niat dan kesadaran penuh.

Kalau kegiatan sikat gigi mungkin kita lakukan secara autopilot, ritual bisa dalam bentuk squat jump 10 kali sebelum presentasi untuk meningkatkan kepercayaan diri. Ritual itu kegiatan yang punya tujuan khusus dan punya makna simbolik.

Di tengah kehidupan yang sibuk, ritual memberi sinyal ke otak: Diem sebentar! Momen ini penting!

Ritual Keluarga Kami

1. Naik Sepeda di Hutan tiap Akhir Pekan

Menatap layar komputer minimal 8 jam sehari di ruangan berbataskan dinding membuat suamiku merasa keluar rumah di akhir pekan adalah sebuah kebutuhan.

Hari Sabtu atau Minggu biasanya suamiku mengajak kami pergi ke area forest preserve yang jaraknya sekitar 1 jam naik mobil dari apartemen. Kami bersyukur, lokasinya ada banyak di sekitar suburb Chicago.

Ritual kami dimulai dengan merangkai sepeda. Kami keluarkan dua sepeda lipat dari bagasi mobil. Sepeda lipat warna hitam untuk Pak Suami dan warna abu-abu untukku.

Setelah itu, memasang baterai (sepedanya dipasang e-bike kit), lampu penerang jalan, dan phone holder di sepeda Pak Suami. Selanjutnya, disambungkan dengan trailer untuk mengangkut dua anak. 

Sepeda dan trailer ini sampai kami bawa ke New York! Maklum, emang biasa disimpen di bagasi. Cuma dikeluarin kalau mau dipake

Anak-anak diminta duduk di dalam trailer, kemudian aku kencangkan sabuk pengaman mereka. Tak lupa aku memasukkan bekal dan tas berisi peralatan kamera ke bagasi trailer.

Selesai menggunakan helm, kami pun siap berpetualang: menikmati pemandangan hijau, mencari burung cantik untuk difoto, dan menikmati family time :)

Suami dan kameranya. Suatu ketika, ada burung bagus. Langsung ngumpul deh para penyuka fotografi.

Foto burung jepretan suami

2. Makan Sambil Nonton Video YouTube

Setiap pagi dan sore, aku menyiapkan "sesajen" buat Pak Suami. Biasanya simple aja: ayam goreng, sambel, sama nasi. Makanan itu aku taroh di meja kerjanya dan baru di makan dua jam kemudian :")

Alasannya, lagi fokus nugas. Makan di saat pikiran perlu break. Pak Suami juga lebih suka makan nasi adem. Biar cepet makannya. 10 menit beres.

Memulai ritual makan, anak pertama yang usianya lima tahun, kami minta ambil 10 kertas bertuliskan kata acak dalam Bahasa Inggris. Dia harus baca semuanya dengan benar (syarat dia boleh dapat screen time).

Lalu, Pak Suami akan menyalakan televisi beserta sound system-nya. Ia kemudian masuk aplikasi YouTube dan mencari video yang menarik.

Biasanya, video yang ditonton berkisar supercar, ilmu pengetahuan populer, Mr. Beast, Yes Theory, atau realita kehidupan di US yang jarang disorot media mainstream: bahas homeless atau kota mati yang ditinggalkan penduduknya.

Iya, itu juga yang ditonton sama anak-anak kami yang usianya 3 dan 5 tahun. Mereka jarang sekali nonton kartun di rumah. Suamiku lebih suka memberi tontonan tentang peluncuran roket, orang bongkar pasang mobil, atau perjalanan naik bus di Indonesia.

Meskipun tontonannya kayak gitu, ritual makan sambil nonton YouTube ini sangat ditunggu-tunggu oleh anakku. Mereka bahkan antusias banget pas lihat Papanya lagi milih video. Mulai dari teriak-teriak truck, supercar, sampai jet airplane.

Kalau bahasannya terlalu "dewasa" seperti kejahatan yang dilakukan di daerah homeless, biasanya anak kami disuruh main di ruang main dulu. Nanti dipanggil lagi kalau video yang ditonton gak dangerous.

Mengapa Ritual Bisa Menjadi Investasi?

Dalam beberapa eksperimen, ritual bisa memberi rasa tenang sebelum melakukan suatu hal penting. Adakah yang merasa lebih pede dan less anxious ketika berdoa dulu sebelum melakukan presentasi?

Rituals can calm you by giving you something to focus on so your anxious thoughts don't spiral➖Michael Norton, PhD, business administration professor at Harvard Business School

Beberapa penulis, atlit, dan performer juga memiliki ritual tertentu sebelum melakukan pekerjaannya. Misalnya, Beyonce yang berdoa dulu, melakukan peregangan bersama timnya, dan mendengarkan playlist spesifik sebelum pertunjukan.

Selain memberikan efek emosional yang baik ke dalam diri, dalam salah satu studi yang dilakukan Norton, ritual yang dilakukan bersama pasangan atau keluarga juga memperkuat hubungan.

Dalam dua ritual yang keluarga kami lakukan, aku merasa ada investasi jangka panjang yang sedang kami tanam. Ritual naik sepeda di tengah hutan membuat kami lebih bisa menikmati alam dan mempererat bonding keluarga. Sedangkan ritual makan sambil nonton YouTube, pikiran kami terbiasa dipaparkan dengan pengetahuan setiap harinya.

Dengan menyaksikan video dari kreator kanal Yes Theory, kami jadi belajar bahwa optimisme dan semangat bisa membawa kami pergi ke mana saja dan menyelami pengalaman yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.

Dengan menonton dokumenter homeless di Amerika, kami jadi bersyukur tidak terlahir sebagai warga negara Amerika. Karena, seandainya di masa depan kami tidak berhasil survive di sini, kami tidak perlu sampai menjadi homeless. Kami masih bisa pulang ke Indonesia dan memulai kehidupan baru di sana.

Kesimpulan

Ritual itu tentang satu hal yang kita lakukan karena tujuan tertentu dan pikiran kita hadir secara utuh ketika melakukannya. Aku melihat, ritual ini seperti "tabungan" kesehatan mental di masa mendatang.

Seandainya kehidupan sedang tidak baik-baik saja di masa depan, setidaknya ada satu atau dua hal kecil yang mampu mengembalikan state pikiran kita ke arah kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan.

Sedangkan ritual yang dilakukan bersama keluarga akan menjadi core memories yang akan dikenang sampai tua nanti.

Apakah teman-teman punya ritual harian? Yuk, berbagi di kolom komentar!

Tulisan ini diikutsertakan dalam Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober 2023.



Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

6 komentar

  1. Masyaallah ... Teh Ilma keren pisan ini gowes di hutan kota. Duh ... Di Indonesia belum ada hutan kota yang bisa dipakai gowes. Aku pernah ke hutan mangrove di PIK tapi ya masih terbatas area gowesnya.
    Jadi inget jaman kecil, ajak anak back to nature itu memang berdampak baik hingga sekarang.

    BalasHapus
  2. Aku terpesona sama komunitas bird watcher ini Teh, benar-benar sekumpulan orang-orang yang dikaruniai kesabaran untuk menunggu dan meresapi keindahan pelan-pelan sambil mode silent ya. Masya Allah.

    BalasHapus
  3. Saat ini ritualku--salah satunya--adalah memulai hari dengan berlari. Seneng banget deh kalau lokasinya kayak Ilma. Ngebayangin lari di area park atau forest di sana ... pasti memberi ketenangan banget. Alhamdulillah kawasan kantorku ini bisa lah dianggap kayak hutan kecil karena banyak pohon hahaha.
    Asyik ya sepedaan di sana. Ada jalur khusus dan halus jadi trailer anak nggak terlalu bumping di jalanan.

    BalasHapus
  4. Tulisan Ilma yang ini serasa kayak baca artikel di forum-forum wellness, ehehe. BetulI lma, 'ritual' bersama keluarga merupakan investasi jiwa raga yang menambah kebahagiaan lahir batin.
    Foto burungnya jepretan suami sudah selevel dengan yang sering saya lihat di NatGeo.😊🥰👍🏻

    BalasHapus
  5. Setelah baca tulisan ini, jadi tahu bedanya kebiasaan dan ritual. Tadinya kupikir itu ya sama aja loh. Ternyata memang ada bedanya ya. Jangan semua dijadikan kebiasaan yang bisa dilakukan otomatis dan nggak dengan kesadaran penuh. Ntar jadinya malah kurang bermakna.

    BalasHapus
  6. Hmmm unik sekali.
    Awalnya saya kira gak akan nyambung dengan tema investasi lho. Tapi ini oke banget. Keren.
    Bersyukur bisa melihat dunia lain yang berbeda dengan Indonesia, sehingga harapan untuk pulang masih ada.

    BalasHapus

Posting Komentar