Ilma Hidayati Purnomo

Begini Rasanya Perawatan Akar Gigi di Amerika

Kalau tinggal di Amerika dan punya gigi bolong yang besar, jangan harap bisa beres dengan cepat. Buktinya, gigiku yang udah ketahuan bolong sejak hampir setahun yang lalu, masih belum keliatan bakalan beres secepatnya. Ditambah, biaya yang dikeluarkan udah hampir Rp 10 juta!

Kronologis Gigi Bolong

Akhir Juli 2022 aku jatuh dari sepeda. Wajah bagian kananku menghantam jalan. Gak lama setelah itu, aku menyadari salah satu gigi geraham atasku jadi rapuh. Sekitar 1/4 bagiannya goyang dan hampir lepas.

Aku kira itu gigi. Segera aku menghubungi klinik Friend Health buat bikin jadwal kontrol yang baru dapat tanggal 31 Agustus 2022. Waktu di klinik, aku di-rontgen dan dievaluasi. Ternyata yang goyang itu tambalan aja.

Jadi, di gigi itu aku perlu root canal treatment (perawatan saluran akar). Gigi sebelahnya udah pernah dirawat saluran akarnya tapi belum memenuhi standar dokter gigi sini. Jadi, gigi yang keliatan sehat banget dari luar itu juga harus di-root canal retreatment. Hari itu aku bayar $40 untuk konsul.

Aku dikasih surat rujukan dan daftar dokter spesialis yang direkomendasikan. Dokter gigi umum itu juga udah ngirim rujukan ke UIC Dentistry (rumah sakit fakultas kedokteran gigi). 

Sebetulnya, setelah dokter gigi umum mengirimkan rujukan ke rumah sakit, aku pasti dapet jadwal. Masalahnya, masukin datanya lama. Jadi, aku disaranin dateng langsung karena percuma nelpon juga, gak bakalan diangkat.

Sekitar awal bulan September 2022, aku pergi ke UIC Dentistry. Naik kereta berdua sama Zayn karena Razin lagi sekolah dan suami lagi di Indonesia. Setelah perjalanan sekitar 1 jam, sampai di RS.

Di sana aku dijelasin kalau biaya tanpa asuransi untuk root canal satu gigi $708 dan untuk root canal re-treatment satu gigi $872. Harga ini tidak sama untuk semua gigi. Jadi spesifik nomor gigi sekian dan jenis perawatannya.

Aku pun dapat jadwal ketemu dokter tanggal 11 Januari 2023. Pasrah deh aku nunggu, waktu itu belum sakit juga.

Akhirnya aku memutuskan beli asuransi kesehatan gigi setelah mempertimbangkan total biaya tanpa asuransi. Aku semakin yakin setelah tanya-tanya sana-sini. Aku beli lah asuransi seharga $600 untuk satu tahun.

Nah, akhir November 2022 aku kan lagi roadtrip. Pas lagi makan malam, aku ngerasa kayak lagi gigit tulang ayam. Pas aku cek gigiku di cermin, ternyata tambalan itu lepas plus ada sebagian gigi yang lepas.

Balik lagi aku ke klinik Friend Health. Aku sekalian minta rujukan ke oral surgery, barangkali sakitnya udah gak ketahan dan mending dicabut aja. Namun, dokter gigi umum itu bilang gigiku masih bisa diselamatkan.

Pengalaman Konsultasi di Rumah Sakit Gigi di Amerika

Tanggal 11 Januari 2023 aku pergi ke UIC Dentistry. Aku ditangani oleh Dokter David Kurian, orang keturunan Asia Selatan.

Pertama, aku menjalani observasi. Di gigi yang bermasalah ditempelin kapas yang disemprotin cairan dingin. Ngiluu! Lalu gigi itu di-rotgen. Terakhir, aku juga menjalani rontgen keseluruhan mulut.

Dokter Kurian menjelaskan kalau gigi yang bolong itu udah infeksi. Di rongga tulang di atas gigi ada area besar berwarna hitam yang tampak di hasil rontgen. Sedangkan di gigi yang nampaknya normal, tampak bekas root canal yang tidak tuntas. Alhasil, disekitar akar gigi itu juga tampak tanda-tanda infeksi.

Dia bilang karena dia masih student (mahasiswa spesialis dokter gigi di bidang Endodontis), pengerjaannya bakal lebih lama. Dia bilang, untuk satu gigi mungkin perlu 1-2 kali pertemuan. Jadi, hari itu aku dikasih jadwal treatment tanggal 14 April 2023 dan dua jadwal selang 2 minggu setelahnya.

Hari itu, aku naik kereta sendirian sekitar 1 jam ke rumah sakit dari apartemen. Sampai di sana sekitar jam 1:30 sedangkan appointment-ku jam 2. Setelah daftar ulang di front desk, dokternya keluar buat manggil pasien lain sambil nyapa aku dan bilang kalau dia bakal balik lagi ke aku setelah konsultasi sama pasien itu.

Kalau dipikir-pikir, keren banget ini dokter. Pertama dan terakhir kali ketemu tiga bulan lalu, kok masih inget? Atau jangan-jangan dibilangin sama front desknya, ya. Lagian, penampilanku kan beda sendiri wkwk

Akhirnya aku masuk ke ruangan periksa. Aku diminta naroh tas dan barang lainnya lalu duduk di kursi dokter. Dokter itu ngasih celemek yang dikalungin di dada aku. Posisi aku itu awalnya masih agak duduk.

Duduk kayak gini. Sumber: https://pocketdentistry.com/patient-examination-and-assessment/

Terus dokter ngasih anastesi sekeliling gigi dalam bentuk gel. Lalu, dia ngasih anastesi dalam bentuk suntikan, yang juga ditusuk-tusuk ke sekeliling gigi dan langit-langit atas. Sejujurnya, part ini yang paling bikin aku takut karena aku mikirnya, kalau udah mati rasa kan gak bakalan kerasa lagi sakit pas treatment.

Waktu itu kan sebenernya aku lagi puasa, tapi gara-gara efek anastesi yang bikin liur jadi banyak, alhasil mau gak mau harus batal. Yah, bekas gel anastesi dan cairan-cairan lainnya ketelan kok wkwk

Dokter itu nyiapin sendiri alatnya dan bahan-bahan yang dia perluin. Dia juga sambil ngetik di komputer buat kebutuhan dokumentasi. Jadi dia ngerjain gigi aku tanpa bantuan perawat.

Nah, setelah semua siap, dokter itu memposisikan badan aku berbaring. Punggungku lurus, kepala dan kaki sama tingginya, dan aku diminta mengangkat dagu (agak ndangak).

Berbaring kayak gini. Sumber: https://pocketdentistry.com/patient-examination-and-assessment/

Oh ya, aku lupa. Sebenernya setelah dikasih anastesi, mulutku diganjal pakai sesuatu berwarna hitam berbahan karet supaya tetap menganga. Jadi, alat itu (namanya mouth prop) ditaroh di antara gigi atas dan bawah sebelah kiri. Aku diminta menggigitnya.

Biar mangap terus selama di-treatment. Sumber: https://www.seymourdental.com.au/2020/06/08/need-a-mouth-prop-part-1-bite-block/

Selain itu, gigi yang mau dikerjakan dikasih lembaran berbahan karet (namanya rubber dam) buat mengisolasi gigi yang mau dikerjakan.

Persis kayak gini. Sumber: https://dentalkorner.com/rubber-dams-what-is-that-thing/

Jadi, dalam keadaan rabahan dengan punggung rata kayak tiduran di atas lantai, mulutku disumpal banyak hal, aku benar-benar gak bisa ngapa-ngapain. Mau ngomong gak bisa. Jadi dokternya ngajarin aku ngasih aba-aba angkat tangan kiri kalau ngerasa sakit. Mau nelan ludah juga susah, mana ludahnya kayak menggenang di pangkal tenggorokan.

Syukurnya, dokter itu baik banget. Dia jelasin aku mau dipakaikan apa (makannya gambarnya bisa aku search di Google) terus sering nanyain "Are you okay?". Dia juga berusaha nebak maksud aku apa. Apakah sakit atau ada banyak ludah.

Dokter itu kerja pakai lampu yang ada microscopenya. Sumber: ebay.com

Awalnya sih sangat familiar, pakai alat drill itu lho yang bunyinya frekuensi tinggi. Lama-lama, dia pakai semacam ujungnya drill, tapi tipiiis banget, lebih ramping daripada jarum pentul. Jangan-jangan setipis sehelai rambut. Nah, dia itu ngedrill pakai ujungnya itu, sedikit-sedikit udah kayak seniman lagi mahat patung!

Itu yang kayak jarum pentul. Sumber: https://ddsrootcanal.com/need-root-canal-dont-afraid-drill/

Dokter itu punya banyak jarum kayak gitu, beda-beda ukuran. Jadi, dia ambil satu ukuran, terus diukur dulu. Lalu, di tojos-tojos ke dalam gigi. Gitu aja terus sampai entah berapa jam.

Tiba-tiba aku denger alarm dari HP-ku. Itu jam 3 sore, waktunya aku jemput Razin dari sekolah. Mau bilang ke dokter buat matiin alarm aja susah betul wkwk. Well, akhirnya dia bolehin aku ambil HP setelah dia nebak-nebak itu bunyi apaan.

Aku emang udah dikasih tau kalau dia belum bisa kerja cepat karena masih student. Tapi, sejam berlalu, bahuku udah mulai tegang. Kadang kantuk menyerang. Mana posisinya rebahan kan ya, kadang aku masuk fase microsleep. Nah air liur yang menggenang di pangkal tenggorokan itu yang bikin masalah. Tiap aku gak sengaja ketiduran, aku tersedak sampai batuk-batuk. Mana mau ngomong juga gak bisa karena mulut aku disumpal.

Saking lamanya, efek obat biusnya sampai hilang dan harus disuntikkan ulang (karena aku kesakitan!). Aku udah gak inget dokternya ngapain aja selain ngikir pakai ujung drill sehelai rambut, ada juga alat buat ngebakar (soalnya kecium bau daging kebakar wkwk), terus ada semacam probe/elektrode yang disangkutin ke mulut dan dihubungin ke suatu alat yang ada bunyi niit niit, sampai akhirnya dia kasih obat dan dikasih filling sementara, juga dua kali rontgen buat ngelihat dalemnya gigi.

Totalnya berapa jam? 3 jam saudara-saudara! Aku rebahan punggung lurus selama itu. Mana pas akhir-akhir, posisi kepalaku agak ke bawah.

Ini tuh belum beres. Karena impaksinya parah, dia cuma kasih obat di dalam jalur akar dan biarin obat bekerja dulu. Aku harus balik lagi buat beresin ini semua dalam dua minggu ke depan.

Gimana rasanya gigi aku? Sakit, ngilu, pipi bengkak. Aku disuruh minum obat pereda rasa sakit dan pereda peradangan jenis ibuprofen sebanyak 600mg setiap 6 jam.

Jadi, muka sebelah kanan rasanya lebam, bahuku tegang, ngantuk juga. Alamak, gini banget sih...

Beruntung pas check out belum disuruh bayar karena treatment-nya belum beres. 

Pas sampai apartemen, aku kaget dong waktu liat bekas giginya. Gigiku dikikir sampai tinggal setengahnya! Mana warnanya jadi coklat gitu. Jadi keliatan kayak gigi rusak dan emang sakit kalau disentuh.



Kamu tanya gimana aku makan? Cuma berani dikit-dikit dan yang gak keras. Itupun di sisi satunya. Emang dokternya minta aku jaga tambalan sementara itu supaya jangan sampai lepas.

Duh, dibanding 3 jam kayak gitu, mending juga aku minta cabut sekalian deh. Cuma 15 menit. Tapi, ya, jadi ompong wkwkwk

Jadi inget pengalaman root canal di gigi sebelahnya yang dulu dikerjain sama alm. Dokter Gigi Eddy (dokter gigi langganan keluarganya suami).

Dia ngerjain tanpa obat bius, tapi sakitnya gak parah. Pakai alat seadanya karena itu cuma klinik yang dia buka di rumahnya. Gak pakai nunggu appointment berbulan-bulan, cuma nunggu beberapa jam aja (meskipun praktikknya sore sampai tengah malem). Setelah beres, bentuknya langsung persisi gigi awal. Gak pakai sakit pula!

Kalau dipikir-pikir jadi agak magis, ya. Yah, faktor udah dokter senior juga. Tapi, harganya itu, lho. Cuma Rp 500.000 dan udah beres sekali dateng aja!

Ya, wajar sih aku perlu nunggu sampai 3 bulan buat appointmentnya di sini. Pengerjaannya satu gigi aja butuh waktu 3 jam. Satu dokter paling cuma ngerjain satu atau dua pasien perhari. Udah gitu butuh 2x dateng. Mana giginya rusak jadi harus pasang crown. Mana mahall!

Biaya yang aku keluarkan memang baru $640 (Rp 9.4juta). Tapi nanti kalau root canal ini beres, aku harus bayar $300 lagi untuk satu. gigi. saja. 

Nanti aku lanjut cerita lagi kalau udah dateng ke dokter gigi lagi.

Update 27 April: udah dateng lagi ke dokter gigi. Aku ngeluhin soal kepalaku yang sering pusing entah sejak dari dokter gigi atau haid (sehari setelah ke dokter gigi sebelum ini). Tapi kata dokternya, gigiku bagus. Sepertinya pusingku bukan karena gigi. 

Kali ini tindakannya cuma 1.5 jam. Cuma bersihin dikit, cek pakai rontgen beberapa kali, terus akhirnya ditambal. Aku bersyukur nggak semenyiksa kemarin.

Hari ini aku bayar $300 untuk treatmentnya (50% dari total, karena sisanya ditanggung asuransi) dan $50 deductible yang dibayar sekali setahun.

Besoknya nelpon ke Friend Health. Dapet jadwal tanggal 5 Juli. Terus minta disambungin ke bagian billing office. Panggah dibilang udah claim tapi ke County Care 😓

Ya udah, aku pastiin betul-betul dia udah kirim claim ke Delta Dental. Dia bilang kirim klaimnya secara elektronik. Jadi tunggu 48 jam aja. Aku minta juga nomor telpon kantornya langsung (biar gak perlu transfer telpon dari departemen lain) dan dikasih nomor referensi case-nya juga. Kenapa gak gini dari waktu itu dah -_-

Terus aku coba telpon ke General Dentistry di UIC. Ternyata bisa dapet jadwal lebih cepet, 20 Juni. Let's see, apakah aku bisa dapet referral buat bikin crown dari sini.

Update 9 Mei: balik lagi ke sini buat root canal re-treatment gigi sebelahnya. Lumayan cepet lah, gak sampai 1.5 jam. Tapi cukup heboh, pakai laser segala ckck

Btw, aku masih struggling soal ngasih tau si klinik buat ngirin claim ke insurance 🙃

Hari ini bayar $286. Heu. Dan aku udah pastiin beneran kalau mereka udah kirim claim nya. Katanya, meskipun electronically, bisa jadi nunggu sampai 3 bulan. Ckck

Syukurnya, ternyata cuma dua mingguan semua klaimnya udah masuk. Nah, yang masih masalah ya, sama Friend Health. Akhirnya aku telpon lagi tanggal 26 Mei setelah telpon terakhir tanggal 28 April. Ternyata, alamat pengiriman klaimnya beda sama yg di ID card insurance-ku. Duh, kok ya bisa? 

Aku kasih juga nomor telpon asuransinya sesuai di kartuku. Pokoknya si orang billing itu harus telpon sekarang juga. Ke sana... 

Update: jadi tanggal 15 Agustus itu harusnya ada jadwal kontrol setelah root canal. Lah, di email reminder cuma ada appointment buat x-ray di radiology department. Lagian, masa iya pagi2 ke uic buat x-ray, siangnya balik lagi buat kontrol? 

Nah, konyolnya, aku tuh ke klinik tanggal 15 September sesuai yang aku catet di kalender HP. Mana udah lari2 dari parkiran karena ngira telat. Taunya harusnya dateng sebulan yang lalu wkwkwk

Akhirnya dateng lagi tanggal 28 September. Aku udah dateng tepat waktu jam 1:30. Aku nunggu di ruang tunggu sampai sejam dong. Mana pemeriksaan cuma 5 menit. Rontgen doang terus diliat hasilnya. Bagus. Gak ada infeksi di rahang lagi. Udah

Ngek banget ckck

Yang penting gratis lah ya
Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

1 komentar

  1. Ini juga yang bikin aku maju mundul buat root canal treatment. Takut sakit, ngilu, dan lamaaa. Mana punya anak kagak bisa ditinggalin. Ga kuat mesti treatment selama itu mbaak.
    Aku aja mau cabut gigi, tapi mikir tar ompong wkwk

    BalasHapus

Posting Komentar