Ilma Hidayati Purnomo

Kehidupan Sebulan Tanpa Smartphone dan Medsos

Sayangnya, aku melakukan ini bukan karena kesadaran pribadi tapi karena dipaksa keadaan. Smartphone-ku disita! Mau tau rasanya hidup tanpa smartphone, tidak mengecek WhatsApp selama sebulan, dan keluar dari Facebook selama sebulan? Beginilah pengalamanku.

Sebulan Tanpa Suami, lalu Sebulan Tanpa Smartphone

Setelah satu bulan suami pulang ke Indonesia tanpa aku dan anak-anak, kami bersama kembali di apartemen kecil ini. Hanya berselang enam hari, aku melakukan kesalahan yang sangat mengesalkan. Aku membuat suamiku menunggu 40 menit lamanya tanpa kejelasan aku ada di mana dan sedang apa. Walhasil, sebagai hukuman, HP-ku disita.

Sebulan Tanpa Medsos
Dibuat dengan Canva

Perasaan pertama yang timbul itu rasa bersalah. Bukan karena penyitaannya, tapi karena aku membuat suami kesal. Soal HP? Aku gak begitu kesal. Awalnya hanya perasaan adanya sesuatu yang hilang. Kalau biasanya anak-anak anteng, aku juga bisa anteng scrolling, sekarang cuma bengong ngeliatin anak-anak.

Selanjutnya, masuk ke tahap gelisah. Mulai dirasuki pikiran, gimana kalau ada yang nyariin aku? Gimana kalau ada yang mengontakku karena ada perkara penting? Gimana kalau aku ketinggalan sesuatu? Di titik ini, otakku mulai bekerja untuk mencari celah.

Behubung suami tetap memperbolehkan aku mengakses laptop, aku coba buka akun yang bisa diakses browser. Aku buka Twitter, Instagram, dan Blog. Sepi, seperti biasa. Tidak ada notifikasi penting yang masuk. Namun, karena aku akses semua ini di laptop, tidak bisa sebebas ketika mengakses di HP.

Alasannya, ada dua. Pertama, suami yang protes kalau aku terlalu lama menggunakan laptop. Kedua, anak-anak aku yang protes. Kasus kedua ini yang menyulitkan sebab anak-anak bukan cuma ingin mengganggu Mamanya, tapi juga ingin memonopoli laptopnya alias mita jatah nonton. Kalau udah seperti ini dan tidak langsung ditangani, bisa-bisa mereka tantrum.

Content Creator Tanpa Smartphone?

Bukan melebih-lebihkan, tapi aku pikir aku ini memang seorang pembuat konten. Aku aktif meng-update blog dengan konten hikmah berbau curhat. Yah, walaupun kelasku belum seperti influencer di Instagram, tapi yang penting membuat konten secara berkala, kan?

Aku justru merasa tidak terlalu banyak gangguan ketika tidak bisa menggunakan HP. Aku tidak tergoda scrolling dan benar-benar menggunakan laptop untuk mencurahkan uneg-uneg yang memenuhi kepalaku. Intinya: aku berhenti mengonsumsi konten dan fokus memproduksi konten. Waw, terdengar sangat produktif, bukan?

Ini mungkin hanya berlaku untuk content creator yang idealis semacam aku: orang yang suka pasang kacamata kuda dari kehidupan di luar sana dan tidak peduli dengan berita viral. Juga tipe orang yang suka mengobservasi dan menulis pelajaran penting yang didapat, mulanya, semata-mata untuk kepentingan pribadi. Intinya, supaya tidak terlupakan di kemudian hari. Namun, tidak ada salahnya kalau hasil observasi itu dibaca orang lain, kan? Siapa tahu ada yang terinspirasi juga.

Buat aku, menjadi content creator tanpa samrtphone itu masih mungkin, selama memang tidak pernah berhubungan dengan klien ataupun job. Ya memang aku gak pernah dapet job juga, sih. Hal ini yang kadang bikin minder sama bloger lainnya yang hobi dilirik brand. Anehnya, justru para mastah bloger kembali mendorong bloger lainnya untuk membuat artikel organik (artikel curhat) seperti saat awal membuat blog. Ha... Aku keren dong, ya? (Pe-de amat, Ilma!)

Perasaanku dan Hikmah Sebulan Tanpa Smartphone

Aku belum pernah sakau (ya, gak pernah nyoba apalagi kecanduan miras atau narkoba). Namun, aku dengar-dengar, efek yang ditimbulkan dari kecanduan smartphone mirip kecanduan narkoba, lho! Jadi, aku mungkin bisa mendeskripsikan sedikit perasaanku ketikau sakau dari smartphone.

Awalnya, aku merasa ada yang hilang. Hingga desakan ini mengecek smartphone kian kuat. Berhubung aku ini orangnya sneaky (suka curi-curi), aku coba intip sedikit pas suami lagi pergi. Aku kira, dengan melampiaskan keinginanku untuk mengecek medsos akan membuatku lega. Nyatanya tidak.

Aku kecewa karena dari 2000 chat WA yang masuk, TIDAK ADA yang mencariku! Yup, dari 35 akun dan grup itu tidak ada chat personal kecuali dari ibu mertua dan adikku. Kebayang gak sih, ternyata, waktuku terbuang sia-sia hanya untuk membaca ribuan chat yang tidak ditujukan untukku?

Aku jadi sadar, tidak peduli aku menghilang seminggu, sebulan, setahun atau bahkan meninggal dunia, tidak akan ada teman dunia maya yang akan peduli apalagi aku tinggal sendirian di luar negri kayak gini. Yang peduli akan keberadaanku, ya, cuma suami dan anak-anakku :')

Memang pada akhirnya ada yang menghubungi tapi lagi-lagi alasannya karena aku adalah pengurus ini dan itu atau ada kepentingan job atau untuk mengingatkanku supaya aktif mengikuti kegiatan grup. Gak ada gitu, yang tanya kabarku kayak gimana? :(

Rasa penyesalan mengintip WA ini nyesep banget ke hati. Mungkin mirip orang yang kecanduan ngerokok, terus udah berhenti. tapi ngerokok lagi karena stress. Kayak, gue ngapain sih kayak gini?

Aku jadi benar-benar sadar kalau dunia maya itu sefana-fananya dunia (padahal dunia ini aja udah fana). Lihat aja betapa tidak ada yang peduli ketika aku menghilang.

Satu Bulan Tidak Buka WhatsApp
Dibuat dengan Canva

Itu bagian sedihnya. Bagian senangnya ada juga. Ternyata, dengan lepas dari smartphone, bisa mengurangi rasa bersalahku terhadap anak-anakku. Biasanya aku lebih merasa belum menjadi ibu yang baik tapi sejak lepas dari smartphone, setidaknya aku bisa hadir secara full ketika menemani mereka bermain.

Sekarang aku hampir selalu bisa menekan hasrat untuk jalan-jalan di medsos. Sepentingnya aja. Juga untuk berbagai tanggung jawab di luar sana, aku sepertinya akan berhenti secara total setelah masa jabatan selesai. Enggak sanggup sering-sering cek medsos, deh. Aku memutuskan untuk aktif di blog aja :)

Satu hal lagi yang membuatku sadar:

Aku harus lebih banyak menghabiskan waktu dengan suami dan anak-anak sebelum mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing di luar rumah

Pasalnya, suamiku sekarang masih sekolah dan hampir selalu ada di rumah (work from home). Anak-anakku juga masih sering ada di rumah apalagi Zayn yang masih lucu-lucunya. Juga aku yang lagi bucin-bucinnya ke suami (prikitiew!) Akan ada saatnya nanti suamiku bekerja waktu penuh di luar rumah juga ketika Razin dan Zayn sudah sekolah dari pagi sampai sore ditambah berbagai kegiatan lainnya. Akan ada saatnya aku sendirian di rumah dan bingung mau ngapain. Sekarang, aku mau menikmati momen-momen ini sebelum habis dan aku menyesalinya! 


Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

13 komentar

  1. kok ga nyari telegram mbak? eh telegram nya ada di laptop ya, jadi nggak dicariin? hehehe. btw aku juga lagi belajar fokus (curcol) di blog aja. Semoga bisa tetap produktif tanpa ponsel ya mbak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Telegram juga ga ada di laptop tapi di telegram cuma join 4 grup dan hampir gak pernah ada yang ngechat pribadi

      Pas aku cek, ada beberapa mention di grup MGN sih. Itu pas tantangan bulan Oktober. Sebenerny aku udah submit di gform, tapi karena gak bisa buka Tele jadi gak ngisi list blogwalking di grup wkwk

      Justru liat Tele itu menyenangkan hati karena pas ngecek, ternyata artikel tantanganku masuk 10 artikel favorit :D

      Semangat juga mbak!

      Hapus
  2. Sebulan tanpa smartphone ngerii ga bisa ga bisaaa wkwkwk daku udh tahap addict kali ya. Tapi emang kudu online buat urusan kerjaan (kontak dengan boss karena WFH selama beberapa tahun ini), dll.

    Moga ga dapat hukuman lagi ya dari suaminya. Semoga langgeng selalu.

    Salam kenal dari Malang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau terikat kerjaan sepertinya memang enggak bisa tanpa smartphone ya, mbak..

      Aamiin Ya Allah 🤲

      Hapus
  3. nah aku nih yg blm bisa puasa HP, apalagi krn di pkjaan jg m'gunakan WA sbg alat komunikasi, jd bskal rempong klo off HP. eh tp selain krn pkjaan juga sepertinya aku g ada yg nyari sih..haha.. thx sharingnya y mba..

    BalasHapus
  4. Aku sih pernah puasa hape sebulan penuh, karena.... aku bosan!

    Loh loh, kok bosan malah puasa hape? Ya, karena aku waktu itu sedang bermasalah dengan teman teman lawas masa kecil. Secara tidak sengaja, aku jadi pembaca setiap kali mereka ketemuan.

    akhirnya kuputuskan puasa hape, dan memang awalnya ... hadeeeh.... tapi setelah itu aku jadi orang yang santuy, ga repot sama hape juga. iya bener, kalaupun kita hilang sebulan toh ga ada amat yang nyariin hye hye hyeeeee

    BalasHapus
  5. Hahahaha duuh Mbak.. Aku ngakak yang bagian bucin-bucinnya. Mungkin itu karena Mba Ilma belum punya sahabat di dumay, yg sehari gak nongol aja pada dicariin. Tapi ya gitu itu kalau terlalu lama mantengin hp juga bikin kita jauh dari anak-anak sih ya 😭😭😭

    BalasHapus
  6. kereen Mbak, you did it! Dan ternyata bisa ya, sebulan tanpa smartphone, malah bisa berlanjut sampai sekarang ya.
    saya belum pernah coba nih, laah sehari aja udah galau dan nyaris sakau kayaknya, berasa paling dicari hihihih

    BalasHapus
  7. Kerennya punya pengalaman sebulan penuh tanpa HP..
    Pengen nyoba, tapi yg paling khawatir kalau terlewat isi form job :D
    Trus, pastinya ya krn ikut tantangan menulis organic post serta blogwalking. Kalau full puasa hp, bisa-bisa jadi kena sanksi dah ^^

    BalasHapus
  8. Mbakkkkkkkkkk.... aku mencarimu. Kadang aku kangen nengok igs mu yang mbuhlah....hahaha tapi ngangenin kok.

    Meski aku tak langsung menyapamu. Mbak Ilma ini sosok yang aku kagum dg cara berpikirnya lho. Masih muda tapi menurutku cukup dewasa dg paa yang tidak dan apa yang perlu dilakukankan.

    Ehm.. kadang aku berpikir punya suami setegas suami mbak ilma.
    Faktanya suamiku malah memerdekankku sebebas bebasnya hahahhaa....

    Akhirnya, aku sendiri yang membuat batasan. 😆🙈

    Tapi tampaknya aku tim pemberontak juga sih ..kalo dibatasi bisa2 aku bakal debat ma suamiku hwkaka..

    Ya, pasangan kita adalah sesuai kebutuhan kita ya.

    Mbak ilma...hayuks kita ketemu offline....kapan ya...masya allah.

    BalasHapus
  9. Mbak Ilma, pada bagian ini:
    "Intinya: aku berhenti mengonsumsi konten dan fokus memproduksi konten. Waw, terdengar sangat produktif, bukan?"

    Dari sudut pandangku, betapa bahagianya berada pada situasimu itu, mbak. Situasi yang justru diinginkan oleh orang lain, supaya bisa begitu. Kayak aku, ketika ingin produktif menulis blog, aku harus berusaha berhenti dari medsos termasuk WA. Supaya ga ada distraksi saat menulis di blog. Utamanya untuk tulisan-tulisan bukan sponsor.

    Sekarang waktu tenang dan senggang untuk itu lagi sulit buatku.

    BalasHapus
  10. Wahhh aku juga akhir-akhir ini juga sudah jarang bareng bersosial media, lebih senang mengekspresikan semuanya kedalam bentuk tulisan. Jadi sering buat blog baru agar topiknya tidak menjadi satu blog yang gado-gado, kalau curhatan sendiri bisa dicuanin di blog kenapa tidack hha, setidaknya bisa lebih produktif menghasilkan sesuatu deh :D

    BalasHapus
  11. Heheh, selama masih ada laptop, aku gak terlalu addict sama HP juga.
    Tapi gak ada main sita-sitaan siih.. Kek yang uda punya tanggungjawab masing-masing. Kalo saling pinjem, iya.

    Soalnya HPku paling entertaining.
    Ada segala jenis platform film dan games anak-anak. Hehhee, Jadi mama dicariin dan dibucinin di rumah karena HPnya paling entertaining.

    Alhamdulillah,
    Setiap kejadian ada hikmahnya. Semoga Allah mudahkan selalu untuk berkarya. Yakin kalau konten kreator pasti bisa mengubah apapun menjadi lentingan lebih tinggi.

    BalasHapus

Posting Komentar