Ilma Hidayati Purnomo

Pentingnya Mempelajari Perubahan Iklim Bagi Ibu Rumah Tangga

Waktu aku sekolah, aku tidak suka dengan temanku yang pintar. Alasannya karena mereka tampak sombong, merasa paling tahu (kadang berakhir sok tahu), suka meremehkan orang lain, dan pelit memberi ilmu. Ada saja temanku yang ketika diminta bantuan menjelaskan pelajaran, ia malah membuatku tambah bingung karena penjelasannya yang rumit dan sulit dicerna oleh siswa biasa-biasa saja macam aku. 

Lalu aku bertemu suamiku. Dia adalah orang pertama yang aku nilai sebagai orang yang cerdas tapi berbeda dengan teman-temanku. Hal yang menarik darinya adalah ia bisa menyederhanakan perkara rumit sehingga mudah dipahami orang awam. Mudah baginya untuk berbagi informasi kepada orang lain dan ia tidak segan menjelaskan segala sesuatu hingga orang lain paham. 

Terus apa sih hubungannya sama selimut polusi dan perubahan iklim, Ilma?

Nah, teman-teman masih ingat dengan pelajaran tentang atmosfir bumi di mata pelajaran IPA ketika kita duduk di bangku SMP dan SMA? Apa saja istilah yang masih teman-teman ingat? Ada stratosfer, gas nitrogen, dan pemanasan bumi. Mungkin kita masih ingat istilah itu ketika tidak sengaja membacanya di artikel atau di tempat lain. Namun, mudah sekali bagi kita untuk melewatkan begitu saja karena istilah itu sudah tidak relate lagi dengan kehidupan kita, terutama buat ibu rumah tangga. 

Bagi kami, IRT, lebih penting memikirkan hari ini ada jatah uang belanja berapa banyak, mau masak apa, dan apa lagi yang harus dicuci. Mungkin, buat para pegawai, lebih penting memikirkan jadwal dan to do list hari ini. Adakah di antara kita berpikir apa yang terjadi kepada bumi tercinta, satu-satunya tempat tinggal kita, saat ini barang sekali saja sehari? Sepertinya, hanya meteorologis, klimatologis, dan aktivis lingkungan saja yang peduli. Padahal, semua manusia di muka bumi ini, tidak peduli apa yang sedang dikerjakan dan apa yang ada di pikirannya, adalah penduduk bumi, planet yang sedang tidak baik-baik saja. 

Benda tata surya yang sudah berusia 4,5 miliar tahun ini, mulai dicemari polusi akibat kegiatan nenek moyang kita sejak 11.000 tahun yang lalu, ketika era agrikultur bermula. Namun, polusi yang dihasilkan manusia melonjak pesat sejak era revolusi industri sekitar tahun 1780-1830.

Saat ini, polusi tidak hanya dihasilkan oleh kegiatan industri dan pertanian, tapi juga oleh kegiatan di rumah tangga. Penggunaan mobil pribadi, kegiatan memasak, hingga penggunaan listrik berlebihan berkontribusi semakin tebalnya #SelimutPolusi yang menutupi bumi. Hal inilah yang melandasi pentingnya mempelajari perubahan iklim bagi ibu rumah tangga.

Masalahnya, bahasa yang digunakan dalam menjelaskan polusi dan dampaknya terkesan terlalu ilmiah, sepertu gas rumah kaca, karbon monoksida, dan amonia. Bagi ibu rumah tangga yang sudah lama tidak melanjutkan pendidikan, semua ini terasa asing sehingga ada gap antara ilmu penting yang harus diamalkan dengan target. Oleh karena itu, mari kita bahas pencegahan perubahan iklim dengan bahasa yang sederhana supaya bisa diterima oleh semua kalangan. 

Polusi Penyebab Perubahan Iklim

Kita mulai dulu pembahasan ini dari pengertian iklim dan polusi. Iklim adalah kebiasaan dan karakter cuaca di suatu daerah tertentu, seperti di iklim tropis di Indonesia dan iklim subtropis di Amerika Serikat. Pada iklim tropis hanya terdapat dua musim: penghujan dan kering, sedangkan pada iklim subtropis terdapat empat musim: dingin (salju), semi, panas, dan gugur. Pola ini umumnya memiliki batasan yang jelas dengan jangka waktu yang jelas, seperti musim penghujan di Indonesia yang terjadi pada bulan Oktober hingga Maret. Namun, sejak terjadi perubahan iklim, pergantian musim menjadi tidak jelas hingga terjadi cuaca ekstrim. 

Ibu rumah tangga melawan selimut polusi
Poster dari Canva

Polusi merupakan kondisi yang timbul ketika bahan atau energi tertentu masuk ke lingkungan yang merusak kestabilan lingkungan dan menyebabkan bahaya bagi makhluk hidup. Oke, ini terdengar cukup rumit. Ibaratnya gini. Ibu-ibu lagi masak dengan kayu bakar. Asap yang dihasilkan adalah polusi karena ketika terhirup, orang-orang di sekitar akan batuk. Suhu di sekitar pun terasa panas karena ada energi panas yang disebarkan oleh api. Ini pun termasuk polusi. 

Jenis polusi ada beberapa macam, tapi polusi yang menyebabkan perubahan iklim adalah polusi udara. Nah, karena udara merupakan kumpulan gas, berarti zat yang mengotorinya juga berbentuk gas seperti asap kendaraan bermotor berbahan bakar minyak bumi dan asap pembakaran hutan. Sederhananya, dalam konteks kehidupan sehari-hari, kalau kita bawa mobil pribadi untuk pergi ke kantor atau untuk antar-jemput anak, kita sudah berkontribusi mempertebal #SelimutPolusi. 

Dalam skala besar, polusi udara dihasilkan oleh pabrik dan kegiatan pertanian. Kita bisa lihat cerobong asap pabrik yang begitu besar dengan asap hitam yang menguar. Angin yang berhembus membawa asap itu ke tempat lain, salah satunya Kota Jakarta yang langitnya tampak kerap diselimuti kabut asap.

Salah satu video dokumenter di YouTube yang aku tonton bahkan mencoba menggunakan aplikasi air filter untuk mengukur polusi udara di Jakarta. Tercatat polutan mencapai 150 mikrogram (batas dari WHO cuma 5 mikrogram meter kubik). Alhasil, jarak pandang terbatas, tidak nyaman berkegiatan di luar gedung, hingga badan gampang capek tanpa aktivitas berat. Bahkan ada anjuran pakai masker polusi kalau beraktivitas di luar ruangan, menutup jendela, dan menggunakan penyaring udara di dalam ruangan. 

Ternyata, sumber asap ini berasal dari kompleks pabrik di sekitar Kota Jakarta, seperti Tangerang dan Bekasi. Bisa dibayangkan jika kita menghirup udara seperti ini sehari-hari? Tidak aneh kalau banyak orang mengeluh mengalami sesak napas. 

Bukan hanya memengaruhi kesehatan manusia, lingkungan pun mengalami dampak yang parah akibat polusi. Salah satunya perubahan iklim. Kita bisa lihat curah hujan yang semakin tinggi, kemarau berkepanjangan, hingga cuaca esktrem seperti angin puting beliung. 

Dampak Perubahan Iklim

Siapa yang mau tinggal di tempat dengan cuaca yang ekstrem? Tentu tidak ada yang mau. Namun inilah kenyataannya. Akibat perubahan iklim, kondisi lingkungan di sekitar kita menjadi tidak senyaman dulu. 

Cuaca Ekstrem
Poster dari Canva

Kenaikan Suhu Udara

Sekitar 15 tahun yang lalu, saat aku masih SMP, aku tinggal di kota besar yang terkenal cukup sejuk, Kota Bandung. Terakhir kali aku tinggal di Bandung 5 tahun lalu, di sana sudah tidak lagi adem. Kawasan Dago yang dulu bisa bikin menggigil kalau dikunjungi di malam hari, kini terasa panas. Ada juga yang kotanya samaan? 

Banyaknya Badai

Dengan meningkatnya suhu udara, kelembaban udara pun meningkat. Akibatnya curah hujan semakin tinggi dan menyebabkan lebih banyak terjadinya badai. Badai menyebabkan banjir dan kerusakan bangunan.

Suamiku cerita, ketika seminggu lalu ia berkunjung ke Bandung dan Jakarta, ia mengeluh betapa seringnya hujan lebat. Parahnya, setiap hujan terjadi, Jakarta selalu direndam banjir! Duh, bagaimana nasib warga yang tinggal di perumahan rawan banjir? Jangankan beraktivitas, mungkin mereka akan sibuk membersihkan rumah karena banjir. 

Warga yang terus menerus terendam banjir pun tidak bisa tinggal di rumahnya dan harus mengungsi di pengungsian. Kalau sudah seperti ini, bagaimana mereka bisa bekerja untuk menghidupi keluarga? Padahal biasanya mereka termasuk warga dengan pendapatan rendah. Tidak heran jika tingkat kemiskinan pun meningkat. 

Kemarau Berkepanjangan 

Musim kering yang terlalu panjang menyebabkan sulitnya mencari air bersih hingga gagal panen. Kalau sudah seperti ini, tentu ke depannya akan sulit bagi kita untuk memproduksi makanan dari ladang sendiri. 

Meningkatnya Resiko Penyakit 

Dengan meningkatnya tingkat kemiskinan, resiko penyakit pun di depan mata. Ditambah lagi dengan hidup di daerah dengan kualitas udara yang buruk. Mulai dari kelelahan hingga sesak nafas seperti hal yang biasa. 

Menurut WHO ada 7 juta kematian terkait polusi udara setiap tahunnya. Penyakit stroke, jantung, dan penyakit paru menyebabkan 62000 kematian di Indonesia. 

Solusi Mengurangi Perubahan Iklim

Hutan adalah solusi bagi polusi dan perubahan iklim karena, secara sederhana, hutan menjadi tempat hidup para hewan dan tempat untuk menyimpan air. Dengan melakukan penanaman kembali hutan yang gundul, kita telah berkontribusi menjaga kelestarian satwa dan mengurangi dampak kemarau panjang. 

Selain memperbanyak hutan, kita juga bisa mengurangi polusi dari hal-hal sederhana, lho! Misalnya dengan menggunakan sepeda untuk antar jemput anak dan menggunakan tas belanja dibandingkan plastik ketika melakukan belanja rutin. 

Bumi ini menyimpan harapan kepada kita #MudaMudiBumi untuk memperbaiki keadaannya. Karena kalau bukan kita yang menjaga bumi, siapa lagi? Hehe

Kebijakan Pemerintah untuk Mengurangi Perubahan Iklim

Tentu sudah banyak usaha pemerintah untuk mengurangi polusi, seperti pengurangan penggunaan plastik di tempat belanja, pencegahan kebakaran hutan, hingga tes emisi kendaraan berbahan bakar minyak bumi. Seandainya aku punya kesempatan untuk membuat kebijakan berkaitan dengan perubahan iklim, inilah beberapa hal yang ingin aku terapkan:

1. Sosialisasi besar-besaran kepada masyarakat tentang perubahan iklim dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh seluruh kalangan

2. Gerakan bersepeda ke kantor dan sekolah untuk mengurangi polusi akibat kendaraan bermotor. Tentunya hal ini perlu didukung dengan infrastruktur jalan yang baik, yaitu tersedianya jalur khusus pengendara sepeda

3. Memberi dukungan dan dana bagi lembaga independen ataupun kelompok aktivis yang membuat berbagai kegiatan untuk mengurangi perubahan iklim, seperti memberikan dana riset. 

Kesimpulan 

Inilah pentingnya mempelajari perubahan iklim bagi ibu rumah tangga supaya kita bisa berdaya dari rumah. Kegiatan kecil yang kita mulai #UntukmuBumiku akan berdampak besar ketika semakin banyak orang yang melakukannya. Untuk itu, kita perlu #TeamUpForImpact, bersama-sama menjaga bumi ini dari perubahan iklim yang lebih parah. 

Sumber:

https://education.nationalgeographic.org/resource/resource-library-age-earth

https://www.weforum.org/agenda/2015/02/when-did-humans-start-polluting-the-earth/

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Iklim

https://www.usgs.gov/faqs/what-are-some-signs-climate-change

https://indonesia.un.org/en/172909-climate-change

Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

Posting Komentar