Ilma Hidayati Purnomo

3 Alasan Penting Pendidikan Keuangan dan Investasi Dimulai Sejak Balita

Sebagai orangtua, ada banyak hal yang ingin Mama Razin berikan kepada anak-anak sejak usia dini. Kemampuan membaca dan menulis, pengetahuan agama, juga kemampuan bertahan hidup, seperti memasak. Semua ini  Mama Razin lakukan supaya mereka kelak menjadi manusia dewasa yang mandiri. 

Rupanya, ada satu hal yang luput dari perhatian. Mereka bisa saja pintar dalam berbagai kemampuan hingga mampu menghasilkan uang sendiri. Lantas, setelah mereka mengumpulkan uang, bagaimana cara mereka mengelolanya? Apakah uang yang mereka miliki akan membuat mereka terlena dengan menghabiskan semuanya atau mereka gunakan dengan cermat?

Hal inilah yang mendorong Mama Razin untuk belajar soal money parenting. Sobat Mamz sudah pernah dengar istilah ini? Dilansir dari situs Eastspring Investment, money parenting adalah proses pendidikan kepada anak mengenai finansial dan tanggungjawab sosial yang datang bersama uang.

Setelah banyak belajar, Mama Razin baru menyadari, ternyata tidak ada kata terlalu dini untuk memulai pendidikan keuangan dan investasi. Mama Razin ingin anak-anak mendapatkan ilmu yang memadai, tidak seperti apa yang dialami Mama dan Papa Razin. 
Mengenalkan uang kepada anak

Latar Belakang Keluarga

Dididik oleh Keluarga Anti Hutang

Berhentilah memberikan kepada anak barang-barang yang dulu kita tidak bisa dapatkan. Berilah anak-anak kita pengetahuan yang dulu kita tidak ketahui.

Mama Razin besar di Kota Kembang. Uang saku dengan nominal di atas rata-rata sudah biasa ada di tangan. Sejak duduk di sekolah menengah pertama, pergi ke mall dan makan di restoran cepat saji bersama teman-teman hampir tiap bulan dilakukan. Uang saku habis untuk transportasi dan jajan. 

Orangtua tidak terlalu menuntut Mama Razin untuk menabung. Mereka bersikap netral kalau Mama Razin berhasil menyisihkan uang jajan untuk disimpan. Mereka juga tidak merasa berat untuk menambahkan uang saku jika kurang.

Barangkali, orangtua Mama Razin tidak tega jika anaknya harus merasakan pahitnya kehidupan yang mereka alami dulu. Ibu dan Ayah berasal dari dua desa yang berbeda di dataran Jawa Tengah. Ibu adalah anak terakhir dari empat bersaudara sedangkan ayah adalah anak terakhir dari sepuluh bersaudara. Mereka berasal dari keluarga dengan ekonomi kebawah. 

Orangtua Ibu berprofesi sebagai guru SMP. Beliau bisa mengenyam bangku perkuliahan dengan bantuan utang. Jangan tanya soal uang saku. Ibu mengakui, uang yang dimilikinya hanya cukup untuk biaya kos dan makan dua kali sehari.

Kondisi masa kecil Ayah lebih parah lagi. Orangtua beliau berprofesi sebagai penjahit. Dari sepuluh anak, hanya Ayah Mama Razin yang melanjutkan pendidikan hingga bangku kuliah. Itupun atas bantuan dana dari suami-suami kakak-kakaknya.

Atas latar belakang itu, orangtua Mama Razin menerapkan gaya money parenting freestyle. Gaji Ayah ditabungkan dan sudah ada porsinya untuk setiap pos penggunaan. Mereka tidak pernah berhutang untuk alasan apapun. Namun, sebagian besar keinginan anak dipenuhi.
Invesnow X Eastspring Investment

Mama Razin perlu laptop, maka orangtua akan langsung belikan. Mobil untuk transportasi ke sekolah pun mereka sediakan. Mereka juga tidak segan mengajak anaknya ke restoran mahal atau jalan-jalan ke luar negri. Alasannya, supaya Mama Razin punya pengalaman dan tidak minder dengan teman-teman sekolah.

Sejauh ini, keuangan orangtua Mama Razin baik-baik saja karena Ayah masih aktif bekerja. Setelah dipikir-pikir, bagaimana jika nanti Ayah pensiun? Berarti uang yang beliau tabung selama aktif bekerja menjadi satu-satunya penopang kehidupannya pasca berhenti bekerja? Keringat dingin mulai membasahi punggung Mama Razin. Terbayang, jika uang orangtua habis, maka Mama Razin harus menanggung kehidupan mereka.

Dididik oleh Para Ahli Hutang

Berbanding terbalik dengan keluarga Mama Razin, keluarga Papa Razin tinggal di sebuah desa di Jawa Timur. Ayah mertua bekerja sebagai guru SMP dan Ibu mertua berjualan di toko kelontong di belakang rumah. Papa Razin mengaku, saat duduk di bangku sekolah menengah pertama, uang jajannya hanya Rp 1000.

Mama Razin terkejut. Kok bisa? Padahal Mama Razin saja sudah punya uang saku di atas Rp 50.000 perhari. Usut punya usut, keluarga Papa Razin punya hutang yang dibayar dengan gaji yang diterima kepala keluarga.

Baik keluarga Ayah mertua maupun Ibu mertua sama-sama pegiat bisnis. Mereka sudah terbiasa berhutang untuk ekspansi bisnis yang mereka kelola. Rupanya, kebudayaan ini turun kepada orangtua Papa Razin. Mereka kerap berhutang untuk "bisnis".

Mereka berdalih, hutang yang mereka ambil untuk kebutuhan investasi, contohnya membeli lahan sawah. Memang, harga tanah meningkat setiap tahunnya. Hanya saja, sawah yang dikelola sendiri tidak akan menghasilkan keuntungan yang banyak, paling hanya Rp 3juta pertahun.

Mama Razin tidak ingat berapa banyak hutang yang mereka miliki dan sudah dalam jangka waktu berapa lama Ayah mertua tidak lagi menerima gajinya sebagai guru. Ya, seluruh upahnya bekerja sebagai pendidik digunakan untuk membayar hutang sedangkan kebutuhan sehari-hari kini ditutupi dengan berjualan ayam.
Invesnow X Eastspring Investment

Bisa dibilang, gaya money parenting mertua Mama Razin adalah balancer. Mereka banyak memberikan pengetahuan soal investasi kepada anak-anaknya. Ibu mertua mengakui, meskipun memiliki hutang, ia tetap memastikan ada aset yang nilainya lebih besar dari hutang. Ia juga mengajarkan pola hidup hemat, terutama dengan memasak sendiri untuk menekan biaya konsumsi. Bisa dibilang, orangtua Papa Razin memberikan contoh tapi membebaskan anak-anaknya untuk belajar dari pengalaman hidupnya sendiri. 

Bagaimanakah hasil pendidikan keuangan seperti ini? Well, Papa Razin termasuk cerdas. Ia memang lebih berani berhutang dibanding Mama Razin, tetapi ia punya perhitungan yang sangat matang. Ia bisa memproyeksi, bagaimana dan kapan hutang itu akan lunas. Sejauh ini, kami tidak punya hutang.

Nah, perbedaan mencolok antara kami selain keberanian berhutang adalah soal investasi. Papa Razin punya banyak pilihan untuk menyisihkan uangnya. Saat ini, dia sudah menggunakan Rp 30juta untuk menanam saham. Mama Razin baru sampai ke tahap berdoa semoga tidak sampai rugi terlalu banyak.

Alasan Pentingnya Pendidikan Keuangan dan Investasi Sejak Dini

Mama Razin tidak ingin Razin dan Zayn berada di dua sisi yang jauh berbeda seperti kami. Mama Razin dididik sebagai seorang konsumen murni dan hanya menyisihkan uang di tabungan. Sedang Papa Razin dididik sebagai pebisnis yang terlalu berani, mengambil risiko berhutang tanpa berpikir panjang sebagai bentuk investasi. Mama Razin ingin belajar menghindari kesalahan didik kedua orangtua kami.

Hasil survey Eastspring Investment, dari 10.000 orang tua yang berasal dari 9 negara, 96% merasa bahwa money parenting adalah tanggung jawab mereka. Namun, lebih dari setengah jumlah mereka merasa tidak percaya diri dengan kemampuan money parenting mereka. Sobat Mamz termasuk juga, kah? 

Nah, supaya kita semakin yakin untuk memulai pendidikan finansial dan investasi kepada anak sejak dini, Mama Razin punya beberapa alasan yang bisa memotivasi.

1. Anak adalah peniru ulung

Mama Razin sangat tertarik dengan social experiment yang dilakukan terhadap orangtua dan anak ini. Di dalam video itu, para orangtua mencontohkan cara membuka sebuah peti dengan diawali gerakan-gerakan konyol. Setelah mereka selesai, anak-anak mereka diminta membuka peti. Apakah mereka mengikuti setiap gerakan orangtuanya?

Rupanya, mereka mengikuti setiap gerakan yang dicontohkan orangtuanya. Padahal, anak-anak ini hanya diminta membuka peti. Tanpa melakukan hal-hal konyol pun, mereka seharusnya bisa membuka peti dengan mudah. Begitulah anak-anak. Mereka akan meniru sekecil apapun hal yang dilakukan orangtuanya.

Sobat Mamz pasti cukup sering dengar kisah orang yang sukses mengentaskan diri dari kemiskinan hingga menjadi kaya raya, tapi anaknya justru doyan foya-foya, kan? Mama Razin rasa, itu bukanlah murni kesalahan anaknya yang tidak bisa belajar dari kesuksesan orangtuanya, melainkan orang tuanya yang gagal menjalankan money parenting yang tepat. Mereka hanya menunjukkan cara menggunakan uang untuk konsumsi dan melupakan aspek lainnya.

2. Lebih dini, lebih baik

Papa Razin percaya, ketika anak menguasai suatu kemampuan yang belum dikuasai teman-temannya, akan timbul kepercayaan diri di dalam hatinya. Tentu saja, kami tidak akan memaksakan anak untuk belajar segala hal hingga ia tertekan. Kami ajarkan secara bertahap dan menyenangkan (bahkan biasanya kami ajarkan selama seminggu, lalu kami biarkan ia bermain bebas selama beberapa minggu ke depan!).  
Invesnow X Eastspring Investment

Kami sepakat akan menjalankan gaya money parenting nurturer karena Papa Razin punya pengetahuan tentang finansial yang mumpuni. Ia juga merasa bahwa anak tetap harus dibimbing oleh orang tuanya meskipun ada saatnya mereka akan belajar dari pengalaman hidup mereka sendiri. Orangtua tetap mengemban tugas untuk membekali mereka dengan pengetahuan yang cukup.

Mungkin Sobat Mamz akan bertanya, Razin kan baru berusia tiga tahun, memangnya bisa diajarin apa, sih soal uang? Wah, jangan salah. Money parenting bisa dimulai sejak usia dini. Mama Razin memulai dengan topik obrolan, kalau belanja ke supermarket, kita bayar pakai uang, lho (meskipun bentuknya kartu). Kami juga memainkan pretend play, melakukan transaksi jualan seperti di restoran.

Tahap selanjutnya, Mama Razin akan mulai mengenalkan cara mendapatkan uang. Teknik yang cocok untuk balita adalah dengan membuat kesempatan untuk membentuk kebiasaan baik. Contohnya, dengan membuat daftar home chores yang bisa dilakukan Razin. Kalau ia bisa melakukan dengan baik, Mama Razin bakal memberikan upah dan memintanya untuk menyimpan di celengan.

Setelah menyimpan, tentu Mama Razin akan mengarahkan, bagaimana dan untuk apa uang itu dibelanjakan. Ada kalanya ia diizinkan untuk membeli es krim. Di lain waktu, Mama Razin akan mengajaknya berdiskusi, lebih baik beli es krim sekali habis atau ditabung dulu untuk beli mobil-mobilan yang bagus?

Anak berusia tiga tahun juga senang mendengar cerita. Mama Razin menceritakan bagaimana sejarah uang dan barter. Juga bagaimana uang $2 di sini bisa untuk membeli banyak hal di kampung halaman tercinta, Indonesia. 

3. Membangun bonding

Sobat Mamz pasti sudah sering membaca tentang bonding dengan anak sejak dalam kandungan. Mulai dari mengajak bicara, menyusui, hingga bermain bersama. Membangun bonding ini harus dilakukan setiap anak berkegiatan untuk mendukung perkembangannya. 

Anak yang dekat dengan orangtuanya akan memiliki pandangan yang positif terhadap kehidupannya. Harapannya, jika kelak ia dewasa dan dihadapkan oleh berbagai situasi, ia bisa menyikapi dengan positif. 

Nah, salah satu cara bonding dengan menemani anak bermain dan berdiskusi. Selama bermain, Sobat Mamz bisa memasukkan materi pendidikan finansial. Juga, dengan memancing sang anak untuk berdiskusi soal pengeluaran uangnya. 

Kebiasaan seperti ini ingin Mama Razin bentuk supaya kelak Razin percaya kepada orangtuanya untuk membantunya memecahkan masalah yang sulit. Sebab, Mama Razin adalah salah satu contoh anak yang tidak mampu berdiskusi dengan orangtua akibat tidak dibentuknya lingkungan yang kondusif semasa kecil. 

Demikianlah, alasan-alasan penting pendidikan finansial dan investasi dimulai sejak balita. Nah, untuk mengokohkan money parenting kita, Sobat Mamz juga perlu memberikan contoh kepada putra-putrinya untuk berinvestasi. Salah satunya, dengan membeli produk reksadana dari Invesnow.id

Kenapa harus berinvestasi di Invesnow? Karena sudah terlisensi OJK, ada banyak sekali pilihan (20+ manajer investasi terverifikasi dan 100+ produk reksadana), juga aman bagi Sobat Mamz yang masih pemula. Pasalnya, di sini kita bisa menyesuaikan dengan profil risiko kita, kita juga bisa berinvestasi dari nominal sekecil Rp 10.000, tidak dikenakan pajak dan aman. 

Semoga Sobat Mamz jadi lebih semangat mencari ilmu money parenting dan berinvestasi setelah membaca artikel ini, ya! 
Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

Posting Komentar