Ilma Hidayati Purnomo

Perjalanan ke Chicago pada Libur Thanksgiving

Posting Komentar
Kamis, 27 November 2025, hari-H keberangkatan. Aku bangun jam 1:45 pagi. Melek, cenghar! (Segar, sehat, atau merasa segar kembali dalam Bahasa Sunda) padahal aku baru tidur jam 11 malam. Daripada aku gusrak-gusruk di kasur gak bisa tidur, aku keluar kamar, makan nasi sambil baca komik webtoon, terus mandi. Lanjut, aku mulai packing. Pasalnya, aku baru berhasil membungkus tasnya si bungsu yang berisi baju-baju dia.

Oh ya, kali ini kami naik pesawat kelas paling murahnya-murah sehingga kami gak dapat jatah checked in baggage bahkan gak dapet jatah naroh tas/koper di kompartemen kabin di atas kursi penumpang. Jatah kami cuma tas yang muat di bawah tempat duduk. Target kami setiap orang bawa tas ransel buat bawa baju, tidak terkecuali si bungsu yang baru berusia 5 tahun. Sebenernya, bisa aja sih bawa koper di chek-in. Tapi harus bayar $30an per koper. 

Aku bangunin anak-anak sekitar jam 3. Aku suruh mereka makan nasi dan ayam goreng yang aku buat hari sebelumnya. Masih juga aku grubak-grubuk masukin baju, alat mandi, dan lain sebagainya ke dalam tas-tas. Apalagi si bapak baru mulai packing jam 4 pagi.

Sekitar jam 4:30 kami keluar apartemen. Pagi itu suhunya sekitar 10°C tapi aku keringetan! Soalnya aku pakai jaket musim dingin plus EMPAT layer gamis hahaha. Tasku cuma bisa menampung 3 gamis jadi gamis sisanya aku pakai biar bisa dibawa 😂

Menuruni bukit dari apartemen tempat kami tinggal, jalanan kosong. Tidak ada mobil lewat. Paling hanya 1 mobil setiap 3 menit. Begitu kami masuk ke interstate (jalan bebas hambatan yang gratis), barulah lalu lintasnya lebih ramai. Apalagi saat sampai di bandara jam 5an, ramai sekali di sana.

Suamiku menurunkan aku, kedua anak, 3 tas ransel, dan dua booster seat. Aku sebenernya ragu harus bawa booster seat ini di loket buat check in atau langsung dibawa ke gate. Niatnya, aku mau tanya dulu di tempat check in. Pas aku masuk ke gedung bandara dan melihat ticket counter United Airline, nyaliku langsung ciut. Antriannya panjang mengular udah kayak antrian sembako!
Ilustrasi security check di bandara. Sumber: Canva
Aku putuskan langsung menuju security check dan menunggu suamiku di gate saja. Soalnya, dia lagi bawa mobil kami ke rumah temen yang jaraknya sekitar 3 km dari airport. Jujur, waktu aku jalan ke lorong antrian buat security check, lumayan deg-degan. Takut ditanya aneh-aneh. 

Pagi itu, tidak ada antrian di security check (atau TSA-Transportation Security Administration). Aku langsung mendatangi petugas dan menyerahkan pasporku dan paspor anak-anak. Petugasnya hanya melihat halaman depan sekilas lalu memintaku melihat ke arah wajahnya. Selanjutnya, aku dan anak-anak dipersilakan menuju area screening barang bawaan.

Bisa dibilang, ini step paling merepotkan. Aku harus meminta anak-anak melepas ransel dan jaket. Aku juga harus memastikan mereka menaroh ransel dan jaket di dalam container. Belum lagi aku harus melepas barang-barang pribadiku dan mengeluarkan ponsel. Aku bersyukur, petugas di sana sangat membantu kami menyusun container dan meletakkannya di conveyer yang terhubung ke alat X-Ray.

Selanjutnya, aku dan anak-anak harus melewati screening X-Ray. Syukurnya lagi, petugas di sana mengarahkan kami (yang heboh dengan anak-anak) untuk melewati ruang pemindai terpisah. Mereka juga cukup sabar meminta anak-anak kembali ke belakang pemindai ketika kedua anakku malah masuk ke pemindai bersamaan dan menyebabkan pemindai membunyikan nada eror. Bisa dibilang, proses melewati security check ini berjalan mulus dan cepat meskipun aku sendirian bersama kedua bocah.

Beres mengumpulkan semua barang dari conveyer, kami berjalan menuju gate. Di gate, banyak calon penumpang yang duduk menunggu jadi kami terpaksa menggunakan satu kursi yang tersisa untuk meletakkan semua tas bawaan. Aku terus mengamati loket untuk boarding, menunggu ada staf United Airline yang berjaga. Begitu ada seseorang di sana, aku langsung mendatanginya.

Aku memastikan soal booster seat ini harus ditaroh di mana. Seorang wanita staf United Airline memberiku dua pilihan. Apakaha aku mau booster seat ini di check in di bagasi (ini gratis, ya) atau di gate (sesaat sebelum masuk pesawat)? Kalau di gate, lebih gampang. Nanti sebelum masuk pintu pesawat, aku cukup meletakkan booster seat ini bersama barang lainnya (biasanya stroller atau kursi roda).

Aku pilih check in di gate. Staf itu bertanya nomor kursiku lalu dia menulis sesuatu semacam nota. Dia juga memberikan tag yang diikatkan ke setiap booster seat. Ah, akhirnya beres. Tinggal boarding dan duduk di pesawat. Tidak lama, aku mendapat SMS dari suami yang mengabarkanku kalau dia sudah sampai di bandara dan sedang menuju security check.
Sesaat sebelum boarding dimulai, kami semua sudah berkumpul di gate. Suami cerita kalau dia sempat tersesat saat mau memarkirkan mobil di rumah temannya. Pasalnya, hari itu masih gelap (matahari baru terbit jam 7 pagi) dan dia tidak tahu persis lokasi rumahnya di mana. Temannya memberi alamat dan mengirimkan foto garasi tempat suamiku harus memarkirkan mobil.

Karena gelap, suamiku sampai memutar ke belakang rumah. Lalu dia harus turun dari mobil dan berjalan kaki untuk memastikan lokasi garasi yang dimaksud temannya. Belum lagi, waktu suamiku memesan Uber, mobil pesanannya tidak segera datang. Suami terpaksa membatalkan Uber pertamanya dan harus memesan ulang. Fyuh, syukurlah dia tidak terlambat sampai di gate.

Berhubung kursi kami di pojok banget (bener-bener barisan paling belakang nomor 42), kami boarding di grup paling akhir. Sekalian juga antrinya paling akhir wkwkwk. Suami minta duduk bareng anak-anak, aku duduk sendirian di barisan depannya mereka. Kata Suami, kalau anak-anak duduk sama aku takutnya jadi rewel. Ah, syukurlah. Aku terbebas dari tugas jagain bocah-bocah selama di pesawat :D

Kadang-kadang aku intip sedikit ke belakang, anak-anak lagi ngapain. Ternyata mereka bercanda atau lagi mainan layar di depan mereka. Aku lega. Di United Airline semuanya berjalan sesuai prediksi. Take off tepat jam 7 waktu Seattle. Ada layar beserta sejumlah film yang bisa ditonton anak-anak. Anak-anak juga tampak menikmati pengalaman take off pertama mereka.

Dibanding mereka, aku less excited, tapi perasaanku lega. Karena sudah bisa duduk tenang di pesawat, aku bisa tidur. Aku kebangun waktu ditawarin minum sama snack. Tiba-tiba aja perutku jadi melilit dan sakit. Jadi, aku minta teh hangat. Snack-nya lumayan juga, ada stroopwafel sama quinoa berlapis cokelat.
Aku kira sakit perutku akan membaik, ternyata tambah parah. Perutku tambah kembung dan jadi sering kentut. Aku bersyukur banget aku nggak perlu ngurusin anak-anak selama situasi yang tidak nyaman ini. Mereka juga anteng, kadang ketawa-ketawa karena film Paw Patrol yang mereka tonton.

Aku memilih memejamkan mata dan tidur. Sayangnya, udah gak bisa tidur lagi. Aku juga tidak tertarik nonton film di layar. Layar di depanku hanya aku fungsikan untuk mengecek berapa lama lagi penerbangan ini berakhir. Sampai akhirnya aku bosan. Berhubung aku duduk di bagian aisle, aku jadi bisa lihat tontonan orang lain. Hingga akhirnya aku tertarik pada tontonan seorang laki-laki bule dua baris di depanku. Film action tapi ada kucingnya XD

Aku kira di pesawat bakal cuma ditawari snack dan minuman sekali, ternyata dua kali. Kesempatan deh ambil stroopwafel lagi ehe. Penerbangan kali ini ternyata lebih cepat dari jadwalnya yang harusnya 4 jam, jadi cuma 3,5 jam. Kami mendarat di bandara O'hare, Chicago jam 12:30 waktu setempat. 

Waktu pesawat masih bergerak di airport ground, suami nelpon Mas Faqih, mahasiswa PhD di UIC (University of Illinois at Chicago). Surprisingly, saat itu Mas Faqih lagi mau pergi ke rumah Mas Roni yang tinggal di DeKalb, salah satu suburb Chicago. Katanya, di sana bakal ada acara ngumpul-ngumpul. Kebetulan banget, nih. Hari ini kami belum ada acara ketemu siapapun. Ternyata malah pada mau ngumpul! Suami juga telpon Mas Muhsin, teman road trip kami beberapa tahun lalu. Kami janjian mau berangkat bareng ke rumah Mas Roni setelah kami ambil mobil rental.

Karena kami duduk paling belakang, otomatis kami jadi orang paling akhir yang keluar dari pesawat. Melewati barisan depan yang udah mulai dibersihin sama petugas kebersihan. Masuk ke area bandara, kami gantian ke toilet. Lalu, kami berjalan menuju stasiun kereta CTA blue line. Sekitar 15 menit muter-muter di bandara, akhirnya kami naik kereta.

Sebelum masuk kereta, aku udah cek rute di Google Maps. Harusnya, aku cukup naik kereta ini lalu transit naik bus satu kali untuk sampai di Sixt (tempat ambil rental mobil) yang lokasinya di Lincoln Park. Waktu aku cek waktu, tau-tau udah jam setengah 2 aja padahal jadwal aku ngambil mobil itu jam 2. Perjalanan kami masih jauh. Belum lagi, waktu aku cek ulang Google Maps, ternyata nantinya setelah aku turun dari kereta, aku harus nunggu bus selama 30-40 menit di bus stop!

Akankah kami menunggu selama itu di tempat pemberhentian bus? Nantikan kelanjutannya, ya!
Ilma
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Amerika Serikat.
Terbaru Lebih lama

Related Posts

Posting Komentar