Ilma Hidayati Purnomo

Road Trip Thanksgiving 2022

Perjalanan dadakan yang awalnya hanya memerlukan waktu 6 jam perjalanan, tiba-tiba bergeser menjadi 21 jam perjalanan! Sanggupkah kami mengendarai mobil sejauh itu? Apa saja yang terjadi dan apa saja hikmah perjalanan ini? Baca terus sampai akhir yang mungkin berlanjut ke part selanjutnya :D

Libur Panjang

Sekolah Razin meliburkan siswanya selama satu minggu selama Thanksgiving, yaitu dari Senin, 21 November, hingga Jumat 25 November (ditambah Sabtu-Minggu yang mengiringinya). Jadi, anak sekolah bebas selama 9 hari. Sayangnya, tidak berlaku buat bapaknya yang masih meeting di waktu yang tak tentu.

Hari Selasa, 22 November, suamiku baru mulai menyusun rencana road trip. Awalnya kami berencana pergi ke Smoky Mountain di Tennessee. Lama perjalanannya sekitar 8.5 jam. Namun, suamiku masih mencari pilihan-pilihan lain. 

Hari itu kami keluar untuk belanja berbagai macam makanan termasuk yang akan dibawa selama perjalanan. Kami baru pulang sekitar jam 10 malam.

Akhirnya kami putuskan keesokan harinya hanya digunakan untuk persiapan dan baru berangkat hari Kamis, 23 November 2022. Hari Rabu itu kami melakukan brainstorming mau pergi ke mana. Akhirnya kami putuskan untuk pergi ke Mammoth Cave National Park di Kentucky. Menurut Google Maps, dibutuhkan 6 jam perjalanan.

Meskipun rencananya hari Rabu kami bakalan packing, kenyataannya, kami baru benar-benar mempersiapkan baju yang akan di bawa hari Kamis paginya. Belum lagi anak-anak rewel sehingga perlu di-treatment terlebih dahulu oleh bapaknya. Sedangkan aku yang tak mau ambil pusing, memilih rebahan dan memejamkan mata. 

Rencana kami untuk pergi Kamis pagi jam 9an pun batal. Anak-anak diberi hukuman untuk tidur siang. Aku sendiri ikutan tidur tapi kepalaku jadi sakit ketika bangun. Akhirnya aku memilih minum obat sakit kepala Acetaminophen

Persiapan Kami

Sebagai tipe orang yang gak mau ribet kalau bepergian, kami memang hanya membawa sedikit barang.

Di dalam mobil kami sudah membawa dua sepeda lipat, trailer yang juga dilipat, dan seperangkat alat kemping. Semua ini sebetulnya sudah default, memang dibawa ke mana-mana dan selalu ada di dalam mobil. Selain biar kalau mau sepedahan tinggal ngeluarin barang, juga males kalau udah keburu ditaroh di apartemen, biasanya jadi kesebar ke mana-mana. 

Tambahannya, karena kami pikir bakal jalan-jalan di dalam gua yang suhunya di bawah 10°C, kami bawa pakaian musim dingin lengkap plus boots. Untuk pakaian ganti, aku cuma bawain dua set buat masing-masing anak. Suamiku bawa dua kaos dan daleman. Sedangkan aku, cuma bawa satu set baju (termasuk rangkepan kaos dan celana). 

Makanan yang kami bawa cuma melon, kiwi, tiga jenis roti, dan satu jenis makanan ringan. Gak lupa bawa tiga botol minum isi ulang. 

Keberangkatan dari Chicago 

Akhirnya kami memutuskan berangkat jam 1.10 siang waktu Chicago hari Kamis, 24 November. Suhu saat itu cukup enak, sekitar 10°C, dingin tapi gak kebangetan. Anak-anak pun kondisinya udah tenang. Bisa disuruh duduk tenang di dalam mobil. 

Meskipun aku sempat sakit kepala, nyatanya aku tetap menyetir. Setidaknya ada tiga alasan. Pertama, aku tidak jago navigasi. Udah ada Google Maps pun masih bisa nyasar. Lagipula, kadang kami butuh melipir di tengah jalan. Suamiku lebih pintar membuat keputusan mau berhenti di mana. 

Kedua, kalaupun suamiku yang nyetir, aku dilarang tidur. Lah, mending juga aku yang nyetir, jelas enggak mungkin bisa tidur. Ngantuk saat nyetir bisa ditahan dengan ngemil atau ngajak suami ngobrol dan biasanya suamiku yang lebih punya banyak topik obrolan. 

Terakhir, kalau anak-anak liat aku enggak sibuk nyetir, mereka lebih rewel. Kalau suamiku yang menangani kerewelan mereka, biasanya lebih tegas atau kreatif. Anak-anak juga lebih takut sama bapaknya jadi kerewelan lebih terkendali. 

Perjalanan Mengelilingi Amerika
Aku nyetir, anak-anak duduk tenang di car seat masing-masing

Kira-kira nyetir selama 1.5 jam, kami berhenti di salah satu rest area di interstate. Bagi yang belum terbayang, interstate ini seperti jalan tol di Indonesia yang menghubungkan antar provinsi (di sini antar state) tapi masuknya enggak bayar. Nah, rest area di sini, gak kayak di Indonesia. Cuma ada satu gedung berisi toilet dan vending machines. Kalau ada information center barulah gedungnya agak besar.

Ketika aku masuk ke mobil dan mengecek jam di monitor, kok tiba-tiba jadi udah 2,5 jam nyetir? Rupanya baru ganti zona waktu. Wkwk. Maklum, pertama kali road trip sampai ke state sebelah.

Nyetir lagi 1,5 jam (total udah 3 jam nyetir), kami sampai di Kota Indianapolis, Indiana. Kami sengaja keluar dari interstate untuk melihat downtown kota lain. Kotanya cukup besar dan berisi gedung yang lumayan tinggi tapi sepiii banget. Enggak ada orang jalan di pinggir jalan. Yaiyalah, ini hari libur.

Hari Thanksgiving tahun ini jatuh pada tanggal 24 November. Setiap tahunya Hari Thanksgiving jatuh pada Kamis ke-empat pada Bulan November. Hari Jumatnya merupakan Black Friday (tanggal merah juga). Anak sekolah malah jatah liburnya seminggu. Udah kayak lebaran di Indonesia deh pokoknya.

Mengendarai Mobil di Tengah Kegelapan

Keluar dari Kota Indianapolis, kami melanjutkan perjalanan di interstate. Hari sudah gelap. Matahari terbenam sekitar jam 5 sore waktu setempat. Ini pertama kalinya kami berkendara di interstate pada malam hari. Kondisi jalannya membuat kami tercengang.

Kondisi jalan interstate di wilayah Indiana tergolong tidak cukup halus, dibanding di wilayah lainnya. Kiri dan kanan jalan hanyalah hamparan ladang yang sedang tidak ditanami apapun. Tidak ada penerangan jalan sama sekali kecuali mau ada belokan keluar ke arah kota. Belum lagi malam itu hujan turun dengan derasnya.

Memang, sejak pergi meninggalkan Chicago, langit terus mendung. Aku bahkan tidak perlu repot-repot menggunakan kacamata pelindung dari sinar matahari ketika menyetir. Siapa sangka, hujan justru turun di malam hari. Jujur saja, penglihatanku sedikit menjadi kabur sejak matahari terbenam. Kini pandanganku harus terdistraksi oleh air dan wiper.

Kombinasi pas antara jalan yang gelap, silau lampu mobil dari arah sebaliknya, ditambah hujan yang mengguyur deras membuat penglihatan kami (ya, suamiku juga siap siaga melihat kondisi jalan) hanya sampai 20m ke depan. Padahal, saat itu aku mengendarai mobil dengan kecepatan yang terbilang cukup pelan untuk mobil di interstate, yaitu 60mph (96.5km/jam).

Sebuah keputusan sulit untuk mengendarai sangat pelan atau mengekor kendaraan lain. Pasalnya, interstate punya minimal kecepatan 40mph (64km/jam). Namun, ini sangatlah pelan dibanding kendaraan lainnya yang umumnya berkecapatan 70mph (112km/jam). Akhirnya kami putuskan mengekor truk yang kecepatannya sekitar 60mph. Selain ada teman, kami mendapat manfaat dari lampunya. Kami jadi bisa melihat jalan di depan truk itu.

Selama dua jam kami berkendara dengan kondisi seperti ini. Akhirnya kami sampai di Louisville, Kentucky. Kami segera mencari masjid untuk shalat. Setelah itu kami mencari tempat makan. Tak disangka, tempat makan sekelas KFC sudah tutup pada pukul 8 (karena itu hari libur. Mau tak mau kami harus mencari tempat makan yang buka 24 jam.

Bertemulah kami dengan restoran Denny's. Kami pesan dua porsi makanan. Yang satu semacam stik ayam digoreng dengan tepung krispi dan dibanjur saus putih, disajikan dengan hashbrown dan telur mata sapi. Yang satu lagi semacam stik sapi yang digoreng dengan tepung krispi, juga dibanjur saus putih, disajikan dengan brokoli rebus dan mashed potato dan gravy

Menurutku sih, makanan ini termasuk asin. Belum lagi brokolinya yang terasa lembek dan tidak segar. Namun, apa boleh buat lah ya. Yang penting makan. Toko-toko lain aja udah pada tutup. Segini habis $27 (plus tip $5). Meskipun makanannya tergolong kurang pas di lidah, pelayannya ramah. Beberapa kali pramusaji menggoda anak-anakku wkwk

Perjalanan Melintasi Amerika
Sebelum makan, wefie dulu atuh yeu

Petualangan selanjutnya adalah mencari hotel. Setelah ketemu, tenyata ada banyak kejutan saat menginap. Ada kejadian apa, ya? Silakan baca part selanjutnya.

Catatan: cerita perjalanan ini akan sarat dengan detail yang tidak penting soalnya cerita ini memang ditulis sebagai penampung memori otakku dan supaya suatu saat nanti aku bisa mengingat kembali apa yang aku alami selama perjalanan.

Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

Posting Komentar