Ilma Hidayati Purnomo

Perenungan Seorang Bloger Sebelum Menjadi Content Writer

Hampir 13 tahun kenal dengan dunia blogging. Hampir 6 bulan belajar ngeblog yang bener. Tapi, di balik semua itu, pertanyaan ini kadang mengusik pikiran.

Ngapain sih nulis di blog? 

Pertanyaan awalnya memang sesederhana itu. Tapi sekali menjawab, muncul pertanyaan lainnya yang terus beranak pinak. Kegiatan merenung pun berakhir menjadi bengong tak produktif. 

Jawaban pertama yang terlintas di pikiran adalah, aku suka nulis. Terlepas dari kualitas tulisanku yang pas-pasan, itu cara paling efektif untuk berkomunikasi bagiku. Jelas, ya? 

Nah mulai kan muncul pertanyaan selanjutnya. Kalau suka nulis, kenapa di blog bukan media lain? Apa tujuannya? Yowis, daripada malah jadi pertanyaan berantai, aku jawab dalam bentuk poin-poin aja. 

Content Writer

Tujuan Menulis

Aku itu pelupa. Aku gak rela kalau aku punya pengetahuan atau pengalaman berharga terus ilang gitu aja. Jadi aku perlu adanya dokumentasi, boleh dibilang jurnal. Demikianlah tujuan sederhanaku kenapa aku nulis.

Aku akan lebih bersyukur kalau dokumentasiku ternyata membantu orang lain menyelesaikan masalah yang sama. Bermanfaat bagi orang lain juga salah satu misi hidup aku. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui deh.

Sayangnya, kadang kegiatan menulis ini tidak seimbang. Entah jadi mengurangi waktu istirahat atau waktu bermain dengan anak. Atau, malah kegiatan menulis yang berkurang karena aku mengganti urutan prioritasku. 

Kadang, kalau lagi ngebet banget soal tulisan, aku jadi perfeksionis juga. Tiba-tiba jadi pingin menang lomba dan pingin meraup rupiah dari kegiatan menulis. Duh, ini semua bukan tujuan utamaku menulis! 

Kadang aku sengaja menghentikan kegiatan menulis semata-mata untuk menyucikan niat dan tujuanku menulis. Tidak, menang lomba dan dapat uang itu gak haram. Masalahnya, kalau aku terlalu tenggelam dalam hal semacam ini, aku cenderung membuat priotitasku berantakan. Tentu, ini berbahaya untuk hubunganku dengan keluarga. 

Dalam perenungan kali ini, aku jadi menemukan sesuatu yang baru. Kenapa enggak aku niatkan kegiatan menulis ini untuk ibadah? Bukankah segala sesuatu tergantung niatnya? Bukankah tidak ada yang lebih baik dibandingkan meniatkan sesuatu untuk memperbaiki hubungan kepada Allah swt? 

Bismillah. Semoga kata ini selalu terucap tiap memulai kegiatan menulis. Supaya menulis bukan hanya untuk tujuan duniawi, melainkan memersiapkan bekal akhirat. 

Tantangan Meraih Tujuan dan Cara Mengatasinya

Sama seperti tantangan beribadah lainnya, kadang kurang ikhlas, menunda-nunda, dan tidak istiqamah. Tapi baru-baru ini, suami mengajarkan saya beberapa ilmu. 

Pertama, sesuatu yang lebih susah dikerjakan, justru membuat diri ini semakin dekat dengan-Nya. Minimal, aku jadi lebih inget baca "Bismillah" dan menyerahkan hasilnya kepada-Nya. Tentu setelah aku berusaha dengan sebaik-baik usaha. 

Kedua, aku harus membuat rencana dengan batas waktu. Satu rencana besar dipecah menjadi beberapa tindakan kecil. Setiap tindakan kecil diberi batas waktu misal seminggu. Dan semua batas waktu itu dimasukkan ke aplikasi dengan pengingat, seperti Google Calendar. Mirip content plan, ya? 

Terakhir, selalu ada prioritas. Sebagai ibu dan istri, prioritas utamaku adalah keluarga. Memastikan kebutuhan suami terpenuhi dan anak-anak diperhatikan. 

Aku membayangkan, jika tujuan ini tercapai, aku akan merasa lebih lega dan tidak terbebani dengan kegiatan menulis. Tidak ada lagi perasaan tertekan. Mungkin bisa dianggap seperti masak 2x sehari. Awalnya berat, sekarang sudah terbiasa. 

Content plan masih jadi wacana sampai saat ini. Semoga dengan bisa menyusun rencana yang lebih baik, membuatku lebih bisa mencapai tujuan dalam menulis. Sehingga nantinya, aku bisa lebih enjoy dalam menulis tapi tetap sesuai dengan target. 

Setelah membahas tujuan nulis, sekarang aku mau mencoba memahami soal content writing (kusingkat CW aja ya). 

Seluk Beluk Content Writing

Sepehamanku, CW adalah kegiatan membuat konten di media online. Bentuk kontennya bisa artikel atau postingan di media sosial. CW ini sebuah pekerjaan yang memungkinkan seseorang untuk dibayar oleh perusahaan, lho. 

Di masa serba daring ini, orang mencari info apapun melalui mesin pencari atau media sosial. Supaya suatu perusahaan dikenal khalayak, tidak aneh kalau perusahaan memerlukan banyak konten di mesin pencari maupun medsos untuk mempromosikan dirinya. Ini sebabnya kegiatan CW bisa menghasilkan cuan dari perusahaan. 

Indikator kesuksesan CW menurutku bisa dilihat dari segi kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, aku bisa perlihatkan angka kesuksesan kontenku melalui jumlah view, page persession, dan lain-lain yang bersumber dari Google Analytics. Sedangkan secara kualitatif, aku lebih mengharapkan adanya dampak nyata, bisa dalam bentu pembaca tertarik untuk melakukan apa yang aku harapkan melalui kontenku. 

Pekerjaan ini mungkin bisa menghidupi kebutuhanku. Pernah suatu ketika membaca artikel pengalaman seorang bloger di US. Dia bisa meraih $5000 dalam sebulan dengan 58 artikel yang ia tulis. Aku sendiri cukup percaya, karena aku memang pernah melihat satu artikel bisa dibanderol dengan harga $100.

Aku pribadi memang ada keinginan untuk ke sana. Tapi aku tidak mau terlalu serakah. Karena aku pernah baca, jika aku melakukan berbagai profesi secara bersamaan, sebetulnya aku tidak akan bisa 100% berada di semua profesi. Kalau aku berusaha menulis sebanyak mungkin artikel, kemungkinan besar urusan keluargaku jadi terlantar. 

Nah, saat ini aku memang terdaftar dalam dua platform influencer marketing. Satu dari Indonesia, satu lagi dari US. Aku lihat memang ada perbedaan harga yang signifikan. Dari US, satu artikel bisa berharga $100 (hampir Rp 1.5juta). Sedangkan di Indonesia, harga satu artikel paling Rp 100.000.

Jujur, aku sedih. Membuat artikel itu gampang-gampang susah. Apalagi kalau dituntut ada infografis yang menarik. Membuat desain grafis sangat menyita waktu bagiku. 

Aku rasa, menjadi CW generalist lebih memberikan banyak peluang bagiku. Utamanya peluang untuk belajar hal baru dan menambah pengetahuan baru. Meskipun, CW specialist mungkin akan tampak lebih memberikan kesan ahli di suatu bidang, aku tertarik dengan tantangan belajar hal baru. 

Ketakutanku dalam memulai karir sebagai CW hanya khawatir kekurangan waktu untuk keluarga. Aku khawatir pikiranku terlalu tersita untuk membuat artikel. Mungkin aku perlu membentuk pola pikir tertentu supaya aku bisa menyeimbangkan keduanya. 

Begitulah sekelumit pemikiranku akhir-akhir ini. Apapun rencana yang akan aku laksanakan di kemudian hari, aku ingin meniatkannya sebagai ibadah dan tetap menjadikan keluarga prioritas utama. 

Ilma Purnomo (Mama Razin)
Perempuan Indonesia yang saat ini tinggal di Chicago, USA, menemani suami kuliah doktoral. Seorang ibu rumah tangga yang disibukkan oleh dua putranya (Razin dan Zayn). Suka menulis dan belajar hal baru.

Related Posts

2 komentar

Posting Komentar